IM.com – Jumlah pengangguran di Indonesia menembus 9,77 juta orang atau naik 2,67 juta (37,6 persen) dari Agustus 2019. Kenaikan itu paling besar dipicu mewabahnya pandemi Covid-19.
Menurut BPS, dari kenaikan pengangguran sejumlah itu, 2,56 juta di antaranya karena terdampak Covid-19. Sedangkan total pengangguran 9,77 juta sama dengan 7,07 persen dari total angkatan kerja. Angka tersebut merupakan level tertinggi sejak 2011, ketika pengangguran mencapai 7,48 persen.
Selain itu, data BPS menunjukkan, pandemi telah menyebabkan 29 juta pekerja kehilangan pekerjaan atau pindah ke pekerjaan paruh waktu. Dari jumlah tersebut, orang yang menganggur (tanpa pekerjaan) tercatat.
Di luar jumlah tersebut, ada 9,5 juta orang keluar dari pekerjaan penuh waktu, dan 9,2 juta orang lagi yang bekerja kurang dari 35 jam dalam seminggu.
Tingkat pengangguran paling parah terjadi di Provinsi DKI Jakarta (sebesar 10,95 persen), diikuti oleh dua provinsi di sekitarnya, yaitu Banten (10,64 persen), dan Jawa Barat (10,46 persen). Tingginya tingkat pengangguran di Jakarta dan sekitarnya merupakan dampak dari penerapan pembatasan sosial yang terpaksa dilakukan untuk mengendalikan penyebaran virus corona.
Sejumlah provinsi lain yang tingkat penganggurannya berada di atas rata-rata nasional, yakni Kepulauan Riau (10,34 persen), Maluku (7,57 persen), dan Sulawesi Utara (7,37 persen).
Data BPS juga menyebutkan, sektor yang paling banyak mengurangi lapangan kerja adalah manufaktur (minus 130 basis poin), disusul sektor konstruksi (46 basis poin). Jumlah pekerja di sektor informal tumbuh menjadi 60,5 persen dari total pekerja, naik dari 55,9 persen tahun lalu.
Partisipasi perempuan dalam angkatan kerja juga naik dari 51,81 persen, menjadi 53,13 persen, sedangkan dominasi laki-laki berkurang dari 83,25 persen menjadi 82,41 persen.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah di sela kunjungannya ke Mojokerto, Jumat (6/11/2020) mengatakan, tingkat pengangguran di tanah air sejatinya sempat turun sebelum virus corona mewabah Covid-19. Tepatnya pada Feburari 2020, jumlah orang yang menganggur melorot dari 7,50 juta ke 6,88 juta.
“Pandemi Covid-19 langsung membuat pengangguran kita naik sampai angka 9,77 juta,” kata Ida saat berkunjung di Pabrik Ajinomoto, Kecamatan Jetis, Mojokerto, Jumat (6/11/2020).
Berkaca pada iklim dunia kerja yang semakin kompetitif saat ini, Ida menyebut, angkatan kerja dituntut meningkatkan kompetensi dan skill. Tak terkecuali bagi mereka yang sudah bekerja di sektor formal.
“Kompetisinya semakin tajam. Maka kita harus berpikir keras agar kompentisi tenaga kerja kita bisa bersaing,” ujar politisi Partai Kebangkitan Bangsa itu.
Menurut Ida, dengan peningkatan skill dan kompetensi, peluang pekerja akan semakin lebar. Bukan hanya soal pilihan dan lapangan pekerjaan, lebih dari itu juga berpotensi mendapat upah yang lebih tinggi.
“Karena perusahaan juga akan senang menaikkan upah karyawan jika kompetensinya tinggi. Sebaliknya, berat kalau hanya menuntut kenaikan upah tanpa diimbangi dengan kompetensi dan produktivitas,” tuturnya.
Iklim kerja yang semakin kompetitif juga disebabkan melonjaknya jumlah angkatan kerja setiap tahunnya. Rata-rata kenaikan mencapai 2,4 hingga 3 juta orang per tahun.
“Jadi beban lapangan kerja meningkat. Minimal sekitar 11 juta hingga 12 juta lapangan pekerjaan setiap tahunnya. Ini bukan pekerjaan mudah,” tandas menteri kelahiran Mojokerto ini.
Dalam kunjungannya ke pabrik Ajinomoto kemarin, Ida juga mensosialisasikan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Omnibus Law). Ia menjelaskan, UU Ciptaker tidak semata-mata bertujuan untuk meningkatkan investasi, namun juga penguatan pelindungan dan partisipasi pekerja/buruh.
Ia pun menerangkan pembukaan bab ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa ekosistem investasi dilakukan dengan dua cara. Yakni meningkatkan perlindungan dan memperkuat peran dan kesejahteraan buruh.
“Jadi perlindungan dan kesejahteraan itu adalah bagian penting dari ekosistem investasi,” demikian Menaker Ida Fauziyah. (im)