IM.com – Tim Advokasi Keadilan untuk Novia mendesak Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dan Kepala Kejaksaan Negeri Mojokerto untuk menuntut Randy Bagus Hari Sasongko dengan tuntutan setimpal yakni sesuai Pasal 347 KUHP. Pasal tersebut mengatur mengenai “aborsi dengan paksaan”, berbeda dengan dakwaan jaksa yang merujuk Pasal 348 ayat 1 KUHP tentang ancaman pidana terhadap aborsi sukarela atau tanpa paksaan.
Desakan tersebut disampaikan melalui surat resmi kepada Kepala Kejati Jatim dan Kejari Kabupaten Mojokerto dengan tembusan ke Jaksa Agung Republik Indonesia. Menurut Tim Advokasi dalam suratnya, berdasarkan fakta yang terungkap dalam proses persidangan yang berjalan bahwa aborsi yang dilakukan oleh Novia Widyasari adalah aborsi yang dipaksakan.
“Sehingga dengan demikian lebih tepat jika Randy Bagus Hari Sasongko dikenakan Pasal 347 KUHP yang pada pokoknya mengatur mengenai aborsi dengan paksaan,” tulis Tim Advokasi dalam keterangan tertulisnya. (Baca: Bripda Randy Ditahan Kejaksaan, Jeratan Pasal Masih Menjadi Pro Kontra)
Penggunaan pasal lain dalam tuntutan di luar pasal yang tertuang dalam surat dakwaan pernah dilakukan oleh Kejaksaan Republik Indonesia. Salah satunya dalam perkara Nomor 50/Pid.Sus-TPK/2021/PN Jkt.Pst dengan Terdakwa Heru Hidayat dalam perkara Tindak Pidana Korupsi. Dalam tuntutannya, Jaksa Penuntut Umum menggunakan pasal yang tidak digunakan dalam surat dakwaan karena meyakini berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan.
“Bahwa perbuatan terdakwa lebih tepat jika dituntut dengan pasal lain di luar pasal yang diuraikan dalam surat dakwaan.” (Baca juga: Randy Didakwa Bantu Aborsi dengan Persetujuan Novia Widyasari)
Bagi Tim Advokasi, penggunaan pasal dan tuntutan maksimal dalam perkara ini akan menjadi batu uji dari komitmen Kejaksaan Republik Indonesia dalam menghadirkan proses hukum yang berkeadilan dan berpihak terhadap upaya perlindungan terhadap perempuan, khususnya perempuan korban. Kasus aborsi Novia hingga menyebabkannya depresi dan bunuh diri tidak hanya mengusik rasa keadilan korban dan keluarganya, tetapi juga telah melukai hati nurani masyarakat yang sejak awal memberi perhatian pada kasus ini.
“Dengan demikian, Jaksa Penuntut Umum dalam perkara ini sudah seharusnya menuntut terdakwa Randy Bagus Hari Sasongko sekaligus dengan 2 pasal, yakni pasal 347 dan pasal 348 KUHP. Serta mengajukan tuntutan pidana secara maksimal sebagaimana diatur dalam kedua pasal tersebut, yakni 12 (dua belas) tahun untuk ketentuan pasal 347 KUHP dan/atau paling lama lima tahun enam bulan untuk ketentuan pasal 348 KUHP.”
Lebih lanjut, Tim Advokasi juga mendesak Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dan Kepala Kejaksaan Negeri Mojokerto untuk memerintahkan Jaksa Penuntut Umum agar memproses secara pidana dugaan memberikan kesaksian palsu yang disampaikan oleh Wahyu Triantini, teman Novia atau yang dikenal pula dengan nama Ayu Wtr dalam sidang sebelumnya. Tim meyakini, kesaksian yang disampaikan Ayu Wtr dalam persidangan tidak sesuai fakta.
Tim Advokasi masih mencatat bahwa saat saksi Wahyu Triantini memberikan keterangan, setidaknya 3 (tiga) kali majelis hakim mengingatkan saksi Wahyu Triantini atau Ayu Wtr agar memberikan secara jujur karena jika berbohong dalam persidangan, dapat dituntut secara pidana.
Bagi Tim Advokasi, pemberian keterangan palsu dalam persidangan tidak semata-mata melanggar ketentuan pasal pidana, namun juga merupakan tindakan obstruction of justice, yakni tindakan menghalang-halangi proses hukum dan menghina pengadilan. Tindakan ini merupakan aksi terbuka yang menyerang secara langsung upaya agar proses hukum dapat menghadirkan keadilan bagi Novia, keluarga dan masyarakat umum, yang karenanya tindakan ini tidak dapat dibiarkan.
“Karena itu saksi Wahyu Triantini atau Ayu Wtr dapat diproses dengan menggunakan ketentuan pasal 242 (1) KUHP dengan ancaman 7 (tujuh) tahun pidana penjara,” demikian keterangan Tim Advokasi Keadilan untuk Novia. (im)