IM.com – Bupati Mojokerto, Ikfina Fahmawati kembali menekankan pentingnya peran Tim Penggerak (TP) Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Desa sebagai ujung tombak penurunan stunting. Pasalnya, tugas mereka bersentuhan langsung dengan masyarakat.
Bupati menyampaikan paparan terkait upaya percepatan penurunan stunting dalam agenda Pelatihan Peningkatan Kapasitas TP PKK Desa se-Kecamatan Dawarblandong, Kamis (30/6/2022) siang. Ia menyebutkan, pelatihan ini guna mengoptimalkan peran TP PKK ujung tombak pemerintah dalam hal upaya penurunan angka stunting di wilayah Kabupaten Mojokerto.
“Program penurunan stunting ini bukan hanya program Pemkab Mojokerto, tetapi ini adalah prognas (program nasional), jadi ini dari pemerintah pusat, turun ke daerah-daerah,” ungkapnya saat menyampaikan materi di ruang rapat Kecamatan Dawarblandong lantai tiga.
Pihaknya pun menyampaikan bahwa TP PKK Desa masuk dalam Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS). (Baca: Bupati Ikfina Minta TP PKK Desa Fokus Penurunan Stunting)
“Pemerintah daerah diminta untuk membentuk TPPS. Ketua TPPS Desa adalah Ketua TP PKK Desa. Makanya ini saya langsung bilang ke panjenengan semua. Panjenengan semua adalah ketua TPPS Desa yang nantinya langsung bersentuhan dengan masyarakat dalam hal percepatan penurunan stunting di Kabupaten Mojokerto,” tandasnya.
Bupati menjelaskan, stunting sendiri merupakan gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang. Gejalanya yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
“Stunting ini memang karena panjang badannya itu di bawah kriteria. Ini karena kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang. Di luar dua hal tersebut, tidak bisa dikategorikan stunting,” ujarnya.
Dengan demikian, lanjutnya, balita yang memiliki ukuran tubuh pendek atau panjang badannya kurang, belum tentu stunting. Menurutnya, bisa jadi itu disebabkan faktor lain seperti genetik atau keturunan.
“Karena itu stunting ini juga pengecekkannya melalui tingkat kecerdasan balita,” jelasnya.
Menurut hasil survei dari Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), angka stunting di wilayah Kabupaten Mojokerto sebesar 27,4 persen. Kendati demikian, jumlah real stunting di Kabupaten Mojokerto perlu dirinci ulang, dengan cara melakukan monitoring secara langsung baik melalui Puskesmas atau Posyandu yang sudah ada.
“Dari DAK sendiri, ada anggaran untuk alat pengukur panjang badan. Diharapkan dengan alat ini nanti, petugas Posyandu bisa melakukan pengukuran panjang badan balita secara menyeluruh. Agar data awal untuk bekal penanganan stunting ini real,” tandasnya.
Tak hanya itu, dalam percepatan penurunan stunting, TPPS tingkat kabupaten, kecamatan dan desa/kelurahan diharapkan mampu bersinergi. Sehingga pendataan angka stunting bisa lebih fokus dan penanganan stunting bisa tepat sasaran.
“Tahun 2022 sudah ada Lokus (lokasi fokus) yang telah ditetapkan, desa-desa yang masuk pada Lokus ini yang menjadi prioritas TPPS. Targetnya, tahun selanjutnya desa-desa yang tercatat pada Lokus harus sudah keluar dari Lokus,” katanya.
Ikfina menyampaikan, Pemerintah Kabupaten Mojokerto terus berupaya dalam menurunkan angka stunting. Langkah tersebut untuk mewujudkan komitmen Pemkab dalam mencetak generasi emas menuju Indonesia Emas tahun 2045. (im)