IM.com – Program percepatan penurunan angka stunting di Kabupaten Mojokerto terus digalakkan. Kegiatan peningkatan kapasitas TP PKK kali ini menyasar Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kecamatan Trawas, Kamis (28/7/2022).
Bupati Ikfina menekankan, kepada seluruh Tim Penggerak (TP) Pemberdayaan Kesehjateraan Keluarga (PKK) lingkup TPPS Kecamatan Trawas untuk berupaya keras menekan angka stunting. Menurutnya, rencana aksi penurunan stunting sudah disusun sejak 2018 dan baru bisa dilaksanakan mulai 2022 akibat serangan pandemi Covid-19 dalam tiga tahun terakhir.
“Dua tahun praktek program ini tidak bisa dilaksanakan, dan sekarang kita hanya punya waktu tiga tahun,” ucap Ikfina, saat menyampaikan materi dalam agenda pelatihan peningkatan Kapasitas TP PKK Trawas yang diikuti 50 peserta di Kantor kecamatan setempat, Kamis (28/7/2022) siang.
Ikfina meminta seluruh TPPS tingkat desa harus paham terkait kondisi stunting pada balita. Hal ini dimaksudkan agar program percepatan penurunan stunting di wilayah Kabupaten Mojokerto ini berjalan sukses.
“Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak berusia di bawah lima tahun (balita) akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan (HPK). Stunting jangka kedepannya adalah berhubungan dengan kecerdasan,” tuturnya.
Menurut hasil survei dari Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), menunjukan bahwa angka stunting di wilayah Kabupaten Mojokerto sebesar 27,4 persen. Dalam hal ini Ikfina mengatakan, jumlah riil stunting di Kabupaten Mojokerto perlu dikaji ulang, dengan cara melakukan monitoring secara langsung baik melalui Puskesmas atau Posyandu yang sudah ada.
“Di P-APBD dari Dana Alokasi Khusus (DAK) 2 Miliyar nanti kita akan membeli alat mengukur panjang badan, saya minta tolong mengawal agar semua balita di desa anda diukur semuanya, sehingga ini nanti harus ada data yang akurat, maka kita betul-betul mengukur semua balita di Kabupaten Mojokerto,” tandasnya.
Bupati Ikfina juga menjelaskan, dalam melaksanakan program penurunan stunting, terdapat empat indikator dalam menilai keluarga yang beresiko stunting. Pertama, prasejahtera atau bisa dikatakan keluarga yang tidak punya sumber penghasilan tetap.
Kedua, fasilitas lingkungan tidak sehat, yang ketiga Pendidikan ibu dibawah SLTP. Terakir, Pasangan Usia Subur (PUS) empat terlalu.
“Yaitu terlalu muda, terlalu tua, punya anak jaraknya kurang dari dua tahun, dan anak lebih dari tiga,” bebernya.
Selain itu, Bupati Ikfina juga menjelaskan, menurut data keluarga dari 13 desa se-Kecamatan Trawas menunjukkan bahwa Desa Ketapanrame yang memiliki paling banyak jumlah keluarga, yakni sebesar 1.802 keluarga.
“Jadi keluarga yang paling banyak beresiko stunting yang pertama ada di Desa Ketapanrame dengan 586 keluarga beresiko stunting, yang kedua Desa Trawas dengan 395 Keluarga berisiko stunting, dan yang ketiga ada di Desa Penanggungan dengan 372 keluarga beresiko stunting, jadi ini tiga besar keluarga berisiko stunting,” jelasnya.
Terkait melihat indikator prasejahtera, Ikfina juga menjelaskan, terdapat 22 anak di Desa Seloliman dan 21 anak di Desa Tamiajeng dengan usia 7 hingga 15 tahun tidak sekolah.
“Dorong mereka untuk mengambil program kejar paket, dari pemerintah pusat sendiri kalau anak dengan umur dibawah 21 tahun itu gratis,” ucapnya.
Lebih lanjut, Ikfina menambahkan, terkait fasilitas lingkungan tidak sehat seperti tidak adanya sumber air bersih, jamban yang tidak layak dan rumah tidak layak huni, ini mengakibatkan sumber penyakit dilingkungannya.
“Kita melihat terdapat ada 23 keluarga di Desa Kesiman yang tidak mempunyai jamban yang layak, jadi nanti di P-APBD kita akan melaksanakan program pembangunan 8.000 jamban sehat tahun ini. Pastikan semua warganya yang tidak punya jamban layak kita akan bangunkan jamban,” ujarnya.
Selain itu, dari data keluarga tidak mempunyai rumah layak huni, Ikfina menjelaskan terdapat 55 keluarga di Desa Trawas dan 51 Keluarga di Desa Penanggungan yang tidak memiliki rumah layak huni.
“Jadi nanti kalau ada program bedah rumah atau program rumah layak huni segera ikutkan keluarga yang beresiko stunting dahulu,” ucapnya.
Ikfina juga menekankan, pentingnya penerapan jenis Intervensi gizi terpadu. Salah satunya intervensi gizi spesifik, yang menurutnya, hal tersebut berkaitan langsung dengan ibu hamil dan balita.
“Kemudian kedua yaitu intervensi gizi sensitif berkaitan dengan masyarakat umum seperti air minum layak, sanitasi layak, penerima bantuan iuaran JKN, bantuan tunai bersyarat, bantuan sosial pangan, layanan KB pasca persalinan, menekan kehamilan yang tidak diinginkan, pemberian informasi mengenai stunting,” pungkasnya. (im)