IM.com – Dugaan penggelapan uang menyeruak dari dalam Koperasi Pegawai Republik Indonesi (KPRI) Budi Arta Mojokerto. Mantan Ketua dan kasir dilaporkan menggelapkan uang senilai Rp 11,179 miliar dengan modus kredit fiktif dan penyelewengan dana simpanan Mana Suka anggota.
Kasus dugaan penyimpangan dana KPRI Budi Arta telah dilaporkan oleh tim formatur hasil rapat tahun anggota luar biasa ke Polres Mojokerto pada 27 Juli 2022 lalu. Kini, kepengurusan baru telah terbentuk secara definitif yang dinakhodai Ustadzi Rois.
“Kita melaporkan indikasi penyelewengan uang KPRI Budi Arta. Total kerugian Rp 11,197 miliar dengan modus penggunaan kas koperasi yang tidak pada tempatnya,” kata Ketua 1 Pengurus KPRI Budi Arta, Yuswanto, Senin (29/8/2022).
Pihaknya melaporkan mantan ketua KPRI Budi Arta, Malikan dan karyawan yang ditugasi menjadi kasir, Wahyu Widyawati. Yuswanto menjelaskan, dugaan penyelewengan dana ini mengemuka dari keluhan sejumlah anggota koperasi yang berstatus guru pegawai negeri sipil (PNS) karena tidak bisa mencairkan dana simpanan wajib mereka.
“Sebenarnya yang membongkar adalah guru-guru SMA, karena perpindahan status dari kabupaten ke provinsi, sehingga berinisiatif mundur dari koperasi Budi Arta. Awalnya mekanisme pencairannya berbelit-belitnya,” ungkapnya.
Kemudian, ketika para aggota mundur dan berkeinginan menarik dana simpananya, pihak koperasi tidak bisa mencairkan. Padahal, menurut Yuswanto, sesua AD/ART KPRI Budi Arta, dana simpinan wajib harus dikembalikan kepada anggota selambat lambatnya dalam jangka waktu 30 hari atau 1 bulan sejak anggota mengundurkan diri.
“Dari simpanan wajib itu, kalau anggota itu pensiun tanpa mengajukan penguduran diri, seharusnya mereka dibina. Lha ini tidak terlayani,” ungkapnya.
Para guru PNS yang menjadi anggota KPRI Budi Arta Mojokerto itu memiliki simpanan wajib yang harus dibayar setiap bulannya. Besarannya bervariasi, mulai dari Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu per orang.
“Antara Rp 8-15 juta (simpanan wajib per orang) tergantung berapa lama bergabung,” ujarnya.
Dari kasus itulah mencuat dugaan penyalahgunaan kas koperasi yang tidak pada tempatnya. Modusnya beragam, mulai kredit fiktif hingga dugaan penggunaan uang simpanan mana suka anggota.
“Simpanan mana suka yang diberikan oleh anggota untuk mendukung perputaran kas koperasi dan dia akan memperoleh uang jasa. Nilainya sampai Rp 3-4 miliar, itu tidak ada. Dari sekitar 24 orang (Pemilik simpanan mana suka), ada yang Rp 800 juta paling sedikit Rp 70 juta,” bebernya.
Sedangkan pada kasus kredit fiktif, terendus kejanggalan pada mekanisme kredit yang dilakukan oleh mantan Ketua KPRI Budi Arta, Malikan. Bendahara koperasi menemukan adanya 89 anggota yang tercatat punya hutang belum terbayar (debitur).
Namun, ketika dikroscek, tidak ada satu pun dari mereka yang merasa dan mengaku meminjam uang dari KPRI Budi Arta. Oleh karena itu, menguat dugaan jika 89 orang tersebut telah menjadi korban yang namanya dicatut oleh pelaku kasus kredit fiktif.
“Total orang yang namanya dipakai tapi tidak merasa hutang itu ada 89 orang. Data itu kita dapat dari bendahara koperasi. Lalu kita mengadakan verifikasi ke kecamatan, sebagian terbukti otentik. Lah dana ini mengalir kemana, ini yang kita tidak tahu,” terangnya.
Indikasi kredit fiktif itu diperkuat dengan tidak surat pernyataan hutang dari 89 anggota yang tercatat hutang. Ketika ditanya oleh pengurus baru, karyawan kasir juga tidak bisa membuktikan.
“Tidak bisa membuktikan bahwa uang itu dikasih ke orang yang tercatat hutang. Dan tidak ada surat pernyataan hutang. Pertanyaannya ini uangnya kemana. Total dari 89 orang itu Rp 3,4 miliar,” tandas Yuswanto.
Kasus dugaan penyelewengan kas koperasi ini tengah dalam penyelidikan pihak kepolisian. Yuswanto sendiri sudah dimintai keterangan sebagai saksi pelapor oleh Satreskrim Polres Mojokerto.
Sementara, Kasat Reskrim Polres Mojokerto AKP Gondam Pringgondhani membenarkan adanya laporan tersebut. Kini pihaknya masih melakukan penyelidikakan dan pemeriksaan saksi-saksi.
“Sudah memeriksa beberpa pihak untuk klarifikasi, ada pengurus dan pengawas internal koperas, dan terlapor. Semuanya diperiksa sebagai saksi. Kami masih belum bisa menyimpulkan. Masih penyelidikan,” ujarnya. (cw)