IM.com – Pemerintah Kabupaten Mojokerto menggelar seminar penguatan sistem koordinasi Obstetri Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) dan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED). Acara ini mengusung misi menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB), dan Stunting di Kabupaten Mojokerto.
Seminar update maternal neonatal emergency and stunting management ini diininasi RSUD Prof. Dr. Soekandar Mojosari dan dibuka oleh Bupati Mojokerto Ikfina Fahmawati. Acara juga dihadiri Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Mojokerto dr. Ulum Rokhmat, Ketua IDI Cabang Mojokerto dr Rasyid, Ketua IBI Kabupaten Mojokerto Rany Juliastuti, serta Ketua DPD PPNI Kabupaten Mojokerto.
Agenda yang digelar ruang pertemuan Taruma Negara RSUD Prof. Dr. Soekandar, Sabtu (17/9/2022) pagi diikuti 111 peserta dari berbagai latar belakang profesi. Antara lain, dokter umum, bidan, dan perawat dari rumah sakit pemerintah maupun swasta, klinik disekitar RSUD Prof. Dr. Soekandar, serta UPT Puskesmas se-Kabupaten Mojokerto.
“Kegiatan ini nanti akan memberikan dampak yang bagus sekali tidak hanya untuk para peserta seminar. Tetapi juga yang paling penting adalah bagaimana kita semuanya stakeholder yang bertanggung jawab terhadap pelayanan kesehatan masyarakat dalam mengupayakan bersama terhadap tiga masalah besar tersebut,” ucap Ikfina.
Terkait tiga masalah besar yang harus dihadapi bersama, Ikfina menjelaskan, dua masalah besar yakni AKI dan AKB. Hal ini akan menjadi indikator tolak ukur dari kesehatan di wilayah masing-masing sedangkan masalah stunting yang saat ini dihadapi bangsa Indonesia sudah ditetapkan oleh pemerintah sebagai program nasional.
Selain itu, dalam membahas manajemen terhadap kegawat daruratan neonatus, Bupati Ikfina mengatakan, dalam memperbaiki manajemen dan sistem pelayanan kesehatan, maka indikator AKI dan AKB sebagai syarat utama yang tidak boleh ditinggalkan.
“Tentu patokannya tidak boleh lepas dari dua angka ini,” ujar Ikfina.
Bupati menjelaskan, pada saat ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga melihat indikator dari AKI dan AKB dalam menilai kinerja dari pemerintah daerah, ketika pemerintah daerah tidak bisa mengendalikan AKI dan AKB serta tidak ada angka penurunan yang signifikan terhadap AKI dan AKB, maka KPK akan mengevaluasi kinerja dari pemerintah daerah.
“Kalau sampai kemudian ternyata indikator-indikator ini tidak bisa menunjukkan kinerja dari pemerintah daerah maka KPK ini akan melihat apakah ada penyelewengan-penyelewengan terhadap penggunaan anggaran pemerintah,” jelasnya.
Selain fokus dalam menekan angka AKB, Ikfina juga menekankan bagaimana mengupayakan bayi yang baru lahir dalam kondisi sehat atau tidak stunting.
“Makanya sistem koordinasi ini harus dibangun dengan baik, disepakati, dibuatkan komitmen dan kemudian dijalankan dengan disiplin dan tanggung jawab, dan saya yakin itu pasti sangat bisa,” ucapnya.
Ia menyebutkan, bahwa 70 persen penyebab kematian ibu dapat cegah, maka menurut pemahamannya, penguatan sistem koordinasi ini yang akan sangat menentukan.
“Bagaimana kita bersama-sama mencegah penyebab kematian pada ibu melahirkan,” bebernya.
Selain itu, berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021, Stunting di Kabupaten Mojokerto mencapai 27,4 persen atau sebanyak 25.806 balita, sehingga ditahun 2024 Pemkab Mojokerto harus menurunkan angka stunting menjadi 15,96 persen sesuai target yang sudah ditetapkan.
“Kita ditarget karena ini program nasional maka ditahun 2022 turun dan ditahun 2023 menjadi 19.95 persen dan tahun 2024 menjadi 15,96 persen,” jelasnya.
Oleh karena itu, Bupati Ikfina meminta, sinergitas dari seluruh stakeholder dalam mendedikasikan semua ilmu dan keterampilan yang dimiliki untuk bersama-sama dalam menyelesaikan permasalahan kesehatan di Kabupaten Mojokerto.
“Kita bersama-sama berproses dan berkomitmen untuk mengupayakan semuanya,” pungkasnya. (im)