IM.com – Namun pemerintah mengklaim berhasil menekan angka kekerasan dan pelecehan seksual terhadap perempuan dan anak di Jawa Timur. Meskipun secara kualitas terbilang meningkat tajam.
Pemerintah menjadikan banyaknya kejadian yang terungkap dan dilaporkan ke pihak berwenang sebagai indikator keberhasilan dalam menangani dan mencegah kasus kekerasan terhadap anak. Semakin banyak korban yang berani melapor mengindikasikan keberhasilan sosialisasi yang dilakukan pemerintah dalam mencegah kekerasan terhadap anak.
“Semakin banyak masyarakat yang berani melapor menjadi poin penting dalam upaya menanggulangi dan mencegah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak,” kata Konsultan PPA Jatim Riza Wahyuni.
Hal tersebut dipaparkan Riza saat memberikan materi dalam workshop peningkatan kapasitas sumber daya lembaga penyedia layanan anak di Kabupaten Mojokerto, Selasa (29/11/2022). Kegiatan yang diselesenggarakan DP2KBP2 Kabupaten Mojokerto ini juga menghadirkan narasumber dari PPA Polres Mojokerto, Kejaksaan dan Pengadilan Negeri.
Riza menjelaskan, beberapa tahun lalu, kekerasan terhadap anak masih seperti fenomena gunung es. Di mana kasus yang muncul di permukaan hanya sebagian kecil dari kejadian sebenarnya yang tidak terungkap.
“Artinya, melihat banyak kejadian yang dilaporkan menjadi indikasi keberhasilan sosialisasi pemerintah dalam upaya melakukan pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak,” tandas Satgas PPA Jatim ini.
Makanya, lanjut Riza, dalam sosialisasi itu pihaknya selalu mendorong masyarakat, khususnya korban agar berani speak up atau melapor. Riza mengatakan, pihaknya juga mendorong para orang tua atau masyarakat dewasa selalu memantau aktivitas dan keberdaan anak-anak di sekitar mereka.
“Jadi masyarakat jangan takut untuk melapor. Tidak peduli siapapun pelakunya, akan ditindak sesuai UU TPKS, dituntut maksimal 15 tahun dan denda Rp 5 miliar serta kewajiban membayar biaya restitusi,” tegasnya.
Untuk membantu masyarakat dan korban melapor, pemerintah membentuk Forum Anak di setiap kota/kabupaten, provinsi hingga pusat. Ia mengatakan, dengan banyaknya laporan kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan, tugas pemerintah juga menjadi lebih berat untuk memberikan pelayanan dan pendampingan.
“Forum anak tingkat kota/kabupaten sampai pusat menjadi agen yang menyuarakan aspirasi dan keluhan anak. Tugas mereka juga melaporkan kasus kekerasan terhadap anak,” ujar Psikolog Klinis dan Forensik ini.
Riza menerangkan, pihaknya juga memberikan edukasi kepada anak tentang fungsi seksual. Pengetahuan itu menekankan bagaimana anak-anak agar menjaga anggota tubuhnya yang tidak boleh disentuh atau diekspose ke orang lain.
“Edukasi seksual seperti mengingatkan anak agar menjaga bagian tubuh yang tidak boleh disentuh, diraba atau difoto oleh orang lain. Misalnya untuk perempuan, mulai dari hidung sampai di atas lutut,” ungkapnya.
Menurut Riza, sosialisasi dan edukasi untuk mencegah kekerasan terhadap anak juga melibatkan media massa dan stakeholder. Seperti Kementerian Agama, Dinas Pendidikan dan instansi terkait lainnya.
“Pemerintah melalui Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak menjadi ujung tombak sosialisasi dan edukasi dibantu stakeholder dan instansi terkait. Pesan terakhir kami, Save Our Children, stop kekerasan terhadap anak, anakku, anaknya, anak kita,” pungkas Riza. (im)