Pihaknya memastikan, kedua belah pihak, baik korban maupun pelaku sama-sama mendapatkan hak belajarnya. ”Yang pasti mereka harus tetap sekolah, baik korban maupun pelaku,” pungkasnya.
Sementara itu, Erna Widyawati, orang tua HN (10) mengatakan, dalam mediasi itu, pihak sekolah menawarkan pengobatan 50:50. Hanya saja, ia belum mendapatkan kejelasan, 50 persen terbut komposisinya seperti apa. Apakah 50 persen sekolah, 50 persen orang tua pelaku, atau 50 persen sekolah dan 50 persen orang tua korban.
”Terus terang kalau saya yang dibebani 50 persen saya keberatan, anak saya ini sudah terluka, saya sudah dirugikan sebanyak-banyaknya, tapi saya juga yang menanggung biayanya,” ungkapnya.
Ia juga mengeluh soal asuransi yang dikelola oleh yayasan sendiri juga tidak ada kejelasan bagaimana peruntukannya. Dan berapa biaya yang akan diganti. Karena hingga saat ini belum diketahui rentan waktu serta biaya yang dibutuhkan dalam pengobatan.
”Siswa diminta bayar premi Rp 50 ribu per tahun, tapi sampai anak saya kelas empat, saya tidak tahu bagaimana aturan main dari Asuransi tersebut,” katanya.