Kalau melihat table, lanjut Junaedi, belanja negara tumbuh sebesar 39.99%, atau nominal meningkat sebesar Rp592,33 miliar dibandingkan periode yang sama tahun 2023. Capaian Kinerja Belanja Pemerintah Pusat triwulan pertama terakselerasi sangat baik sebesar 37,54% yaitu Rp657,11 miliar, tumbuh 119,42% dan secara nominal meningkat sebesar Rp357,64 miliar dibandingkan periode yang sama tahun 2023. Sedangkan capaian kinerja transfer ke Daerah (TKD) mencapai 32,46% atau sebesar Rp1.416,42 miliar. tumbuh 19,86% dan secara nominal meningkat sebesar Rp234,69 miliar
Sementara defisit anggaran sampai Maret 2024 mencapai Rp1.720,15 M. Defisit ini terjadi dikarenakan target penerimaan pajak di wilayah kerja KPP Mojokerto lebih kecil dibanding pagu anggaran belanja yang ada di wilayah Mojokerto. Hal ini terjadi karena terdapat kebijakan tempat terdaftar wajib pajak besar, khusus dan prominent yang diadministrasikan dan dikelola di KPP dengan level Madya Khusus atau WP Besar, sedang untuk KPP di Wilayah Mojokerto pada level KPP Pratama.
“Kita di Mojokerto posisinya adalah defisit. Ada beberapa daerah di Jawa Timur yang surplus seperti Sidoarjo, Karena kondisnya daerah-daerah penghasil cukai memberi sumbangan pendanaan kegiatan di Jawa Timur,” ujar Junaedi.
Terkait capaian kinerja selama 1 triwulan, kata Junaedi pihaknya dihadapkan satu issue yang harus dihadapi dan sebagai tantangan yakni pengadaan barang dan/atau jasa Pemerintah dalam mendukung tahapan Pemilu dan Pilkada2024.
Digitalisasi pembayaran atas belanja pemerintah dengan beban APBN baik CMS maupun KKP agar semakin ditingkatkan. Termasuk peningkatan upaya belanja barang pemerintah melalui aplikasi DigiPay dalam rangka pemberdayaan UMKM.
Direktorat Jenderal Pajak mendapatkan target yang lebih menantang, yakni target penerimaan pajak pada APBN 2024 secara nasional melonjak 9,38 persen, lebih tinggi dari realisasi penerimaan pajak 2023.
Junaedi juga menjelaskan sampai dengan triwulan 1 tahun 2024 penerimaan perpajakan di Mojokerto sangat bagus yakni mencapai Rp305,49 M (21,87% dari target). Meningkat 8,53% dan memberikan optimisme di bidang pendapatan negara. Hal ini didukung peningkatan belanja negara dan aktivitas ekonomi masyarakat pada triwulan 1 tahun 2024.
Kinerja penerimaan pajak 2024 ini kata Junaedi dipengaruhi perluasan basis pajak lainnya dengan memanfaatkan data yang dimiliki atau diperoleh dari ILAP. Pengawasan setoran rutin PPh untuk optimalisasi penerimaan. Imbauan kepada stakeholder yang menerbitkan dokumen wajib Beameterai untuk membubuhkan beameterai. Target Penerimaan PBB sudah tercapai karena PBB jatuh tempo 2023 dibayarkan pada awal 2024.
Sementara tantangan perpajakan penerimaan PPN di triwulan 1 tahun 2024 tumbuh negatif dikarenakan menurunnya aktivitas Wajib Pajak sektor unggulan KPP. Disamping itu besarnya restitusi PPN di awal tahun 2024 2. Potensi Penerimaan PPh : Pemberlakuan PMK 168/2023 tentang tarif efektif rata-rata) PPh 21 berpotensi mengakibatkan penurunan PPh Pasal 21 untuk sektor tertentu (contoh : rumah sakit) 3. Terdapat beberapa WP PBB mengajukan pengurangan besarnya ketetapan Pajak. 4. Penerimaan PTLL tumbuh negatif dikarenakan penurunan penjualan beameterai.