Rapat Paripurna dengan agenda pembahasan lima raperda inisiatif dewan di Gedung DPRD Kabupaten Mojokerto.

IM.com – DPRD Kabupaten Mojokerto mengajukan inisiatif Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif (Ekraf). Dewan menilai regulasi ini penting bagi keberlanjutan usaha ekonomi kreatif di Kabupaten Mojokerto yang semakin banyak tantangannya. 

DPRD Kabupaten Mojokerto menilai, peran ekonomi kreatif sangat penting bagi dunia usaha, terutama di lingkup lokal. Karena hal ini dapat mendongkrak nilai ekonomi produk atau jasa yang ditawarkan.

Peran penting ekraf itu sejalan definisi ekonomi kreatif berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif. Peraturan tersebut mendefinisikan Ekonomi Kreatif sebagai perwujudan nilai tambah dari kekayaan intelektual yang bersumber dari kreativitas manusia yang berbasis warisan budaya, ilmu pengetahuan, dan/atau teknologi.

Ketua Bapemperda DPRD Kabupaten Mojokerto Sujatmiko dalam Rapat Paripurna Penyampaian Lima Raperda Inisiatif menjelaskan, Pemerintah Kabupaten Mojokerto merupakan salah satu daerah dengan potensi ekonomi kreatif yang besar. Oleh karena itu, dewan mendukung komitmen pemda untuk mewujudkan tatanan hukum yang dapat mengakomodasi pertumbuhan Ekraf.

“Maka DPRD berinisiatif menyusun Raperda Pengembangan Ekonomi Kreatif ini,” kata Sujatmiko.

Baca Juga: Ini Alasan Logis DPRD Kabupaten Mojokerto Susun Raperda Inisiatif Penyelenggaraan Smart City

Adapun maksud penyusunan Raperda tentang Ekonomi Kreatif adalah sebagai perwujudan kearifan lokal (local wisdom) penyelenggaraan usaha ekonomi kreatif di Kabupaten Mojokerto. Sementara itu, tujuannya ialah untuk memastikan keselarasan paradigma peraturan di lingkup nasional yang mengatur mengenai ekonomi kreatif.

“Selain sebagai acuan dasar pelaksanaan otonomi daerah melalui kewenangan yang diberikan kepada Pemerintah Daerah dalam lingkup UMKM,” ujar Sujatmiko.

Politisi Partai Gerindra ini menyebutkan, salah satu peraturan induk yang mengatur ekonomi kreatif, yang dijadikan rujukan peraturan daerah termuat dalam Undang-Undang Nomor 20  Tahun  2008  tentang  Usaha  Mikro,  Kecil,  dan  Menengah (UMKM). Regulasi ini diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dengan pokok pikiran sebagai berikut:

  1. Pemberdayaan UMKM harus dilakukan dengan memperhatikan dan mengutamakan perlindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup.
  2. Pemerintah pusat dan daerah memfasilitasi pengembangan usaha dengan cara memberikan insentif bagi UMKM yang mengembangkan teknologi dan kelestarian lingkungan hidup
  3. Pemerintah melakukan upaya pengembangan sumber pembiayaan bagi UMKM.

Namun Pasal 4 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 mengenai prinsip pemberdayaan masih belum mengatur secara eksplisit mengenai peningkatan daya saing UMKM. Poin substansial pasal 4 tersebut yakni:

  1. Penumbuhan kemandirian, kebersamaan, dan kewirausahaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah untuk berkarya dengan prakarsa sendiri;
  2. Perwujudan kebijakan publik yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan;
  3. Pengembangan usaha berbasis potensi daerah dan berorientasi pasar sesuai dengan kompetensi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;
  4. Peningkatan daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; dan
  5. Penyelenggaraan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian secara terpadu.

Oleh sebab itu, DPRD menilai, pelaku UMKM di Kabupaten Mojokerto memerlukan dorongan untuk meningkatkan kemampuan dalam menghasilkan berbagai produk unik dan inovatif. Sehingga program pemberdayaan UMKM oleh pemerintah harus bisa mendorong pelaku usaha lebih berorientasi pada pasar.

“Dengan demikian, program pemberdayaan UMKM perlu diatur di dalam Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Mojokerto tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif,” terang Sujatmiko.

Walaupun demikian, kata sujatmiko, jalan terjal ekonomi kreatif muncul dalam berbagai aspek. Tantangan pengembangan ekraf di Kabupaten Mojokerto sendiri antara lain keterbatasan akses teknologi, promosi, infrastruktur, pengembangan kapasitas pelaku, dan sinergitas antar pihak yang berkepentingan.

“Maka untuk mengatasi ini, diperlukan pengaturan ekonomi kreatif yang komprehensif dan berdasarkan nilai-nilai Pancasila, Undang-Undang Dasar, dan Bhinneka Tunggal Ika. Serta berlandaskan keimanan, ketakwaan, manfaat, keadilan, berkelanjutan, dan identitas bangsa,” demikian Sujatmiko. (imo)

3

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini