IM.com – Dusun Jatisumber, Desa Watesumpak, Kecamatan Trowulan, Mojokerto, sejak dulu terkenal sebagai gudangnya pengrajin pande besi. Sayangnya, jumlah mereka terus berkurang dalam dua dasawarsa terakhir dan kini menyisakan beberapa orang saja.
Salah satu pande besi di Dusun Jatisumber yang masih aktif membuat kerajinan ialah Sulkan (66). Ia mengaku sudah menekuni bidang ini sejak berusia 13 tahun, tepatnya mulai 1971.
Menurut Sulkan, pada masa jaya karya kerajinan besi khas Trowulan periode tahun 1970-1990, terdapat 50 orang pengrajin di Dusun Jatisumber. Produk karya mereka dipasarkan di Jawa Timur Jatim hingga Kalimantan dan Sumatera.
“Sekarang jumlah pande besi di Jatisumber terus berkurang sedikit demi sedikit. Hanya tinggal saya dan beberapa orang,” kata Sulkan, kepada wartawan di tempat usahanya, Jumat (10/1/2025).
Sulkan merasa prihatin dengan semakin berkurangnya pengrajin besi di daerahnya. Menurutnya, kondisi itu disebabkan generasi yang lebih muda di Jatisumber lebih memilih menekuni kerajinan patung pahat dengan bahan batu andesit.
“Anak-anak muda di Desa Watesumpak lebih memilih menjadi pemahat patung karena memang penghasilannya lebih banyak,” ujar Sulkan.
Meski penghasilannya lebih menjanjikan, Sulkan tidak tergiur untuk berpaling menjadi pemahat patung batu. Pria kelahiran 1958 ini bertekad mempertahankan profesi dan keterampilan warisan dari nenek moyang keluarganya sejak 53 tahun silam.
“Kakek dan bapak saya dulu juga pande besi. Setelah meninggal, saya teruskan daripada cari kerjaan ke sana ke mari,” ujar Sulkan.
Di usianya yang tak lagi muda, Sulkan masih mampu menempa besi baja di bengkelnya mulai 08.00 sampai 14.00 WIB. Setalah itu, ia masih melanjutkan aktivitasnya sebagai petani.
Bapak 3 anak ini, setiap hari menempa baja dan besi menjadi aneka alat pertanian, dibantu dengan adik kandungnya, Suyopo (55) dan keponakannya, Jumain (35). Seperti sabit, bendo, parang, pedang, cangkul, pisau dan pahat.
Sejauh ini, produk karya Sulkan masih cukup banyak diminati karena teknik dan kualitas kerajinan warisan para leluhurnya. Hal itu yang membuat alat-alat pertanian buatannya masih diminati masyarakat luas.
“Pande lainnya memilih cepat dengan membentuk baja, sehingga kualitasnya kalah dengan bikinan saya. Kalau kami selalu melebur besi dan baja agar hasilnya lebih tajam dan kuat,” terangnya.
Sulkan mengaku sudah berpikir untuk berhenti dari profesi pande besi. Ia hanya ingin mewariskan keterampilan ini kepada keponakannya, Jumain, yang masih dalam tahap belajar.
“Harapannya dilanjutkan keponakan saya. Bapaknya dulu ikut saya menjadi pandai besi, tapi sudah meninggal,” pungkasnya. (sis/imo)