Masyarakat mengikuti Sosialisasi Pembinaan Keluarga Sadar Hukum bertema ‘Peran Keluarga dalam Pencegahan Tindak Kekerasan dan Pelanggaran dalam Rumah Tangga’ di Kantor Kelurahan Pulorejo, Selasa (29/4/2025).

IM.com – Pemerintah Kota Mojokerto terus meningkatkan kesadaran hukum masyarakat dan keluarga. Hal ini demi mewujudkan kelurahan sadar hukum dan lingkungan sosial yang aman, tertib dan kondusif.

Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari menjelaskan, keluarga memiliki peran strategis sebagai benteng pertama dalam mencegah kekerasan dan pelanggaran hukum. Kondisi lingkungan unit terkecil masyarakat ini memiliki pengaruh besar terhadap kualitas kehidupan sosial.

“Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat. Di sanalah pertama kali ditanamkan nilai keadilan, kasih sayang, kedisiplinan, dan tanggung jawab,” kata Ika Puspitasari dalam Sosialisasi Pembinaan Keluarga Sadar Hukum.

Kegiatan ini bertema ‘Peran Keluarga dalam Pencegahan Tindak Kekerasan dan Pelanggaran dalam Rumah Tangga’ di Kantor Kelurahan Pulorejo, Selasa (29/4/2025). Tujuannya ini guna mewujudkan seluruh kelurahan di Kota Mojokerto untuk menjadi Kelurahan Sadar Hukum.

Walikota yang akrab disapa Ning Ita menegaskan bahwa misi tersebut bisa berhasil jika seluruh keluarga di dalamnya memahami pentingnya mencegah kekerasan dalam rumah tangga. Ia berharap seluruh kelurahan di Kota Mojokerto bisa menjadi kelurahan sadar hukum dan mampu menciptakan lingkungan keluarga yang aman, nyaman, dan berkeadilan.

“Masyarakat harus paham hak dan kewajiban hukum dalam rumah tangga serta punya keberanian dan kepedulian untuk mencegah dan melaporkan tindak kekerasan,” tegasnya.

Dalam kesempatan itu, Ning Ita juga menjelaskan pentingnya edukasi hukum yang menyeluruh. Ia menyampaikan bahwa upaya penyuluhan hukum tidak bisa hanya dilakukan oleh bagian hukum Pemkot Mojokerto saja, tetapi membutuhkan sinergi semua pihak, mulai dari TNI-Polri, PKK, organisasi perempuan, aktivis hukum, hingga masyarakat luas.

“Kesadaran hukum harus ditanamkan sejak dari keluarga. Untuk itu sosialisasi masif perlu dilakukan lewat berbagai jalur seperti Posyandu Remaja, Posyandu Lansia, hingga Sekolah Orang Tua Hebat (SOTH),” katanya.

Data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menunjukkan urgensi dari upaya ini. Sepanjang tahun 2024, tercatat 24.441 kasus kekerasan berbasis gender di Indonesia, dengan mayoritas korban adalah perempuan. Ironisnya, sebagian besar kekerasan terjadi di lingkungan rumah tangga, yakni mencapai 14.941 kasus.

“Kekerasan itu tidak hanya fisik, tetapi juga bisa berupa kekerasan psikologis, finansial, dan bentuk lainnya. Pemahaman tentang batasan hukum sangat penting agar masyarakat tahu mana yang melanggar dan mana yang tidak,” pungkas Ning Ita. (imo)

4

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini