Nanang Warhol saat berbincang dengan Rokimdakas

IM.com – Di tengah hiruk-pikuk Mojosari yang tumbuh menjadi simpul ekonomi dan perumahan di Kabupaten Mojokerto Jawa Timur, terdapat seorang lelaki yang setiap akhir pekan rumahnya ramai oleh anak-anak membawa buku gambar, cat air, dan imajinasi.

Dialah Nanang Warhol, pelukis yang kini mendedikasikan waktunya membimbing anak-anak menggambar. Bukan sekadar mengajari membuat garis dan mewarnai melainkan membuka cakrawala rasa, intuisi dan ekspresi sejak usia dini.

Nanang Warhol adalah alumnus Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR) Surabaya era 1980-an, kini dikenal sebagai SMKN 12 Surabaya. Kala itu ia dikenal sebagai siswa berbakat. Tak hanya piawai melukis namun sudah sering menerima banyak order sejak masih sekolah. Dengan penghasilan yang lumayan, ia kerap berbelanja alat lukis ke toko legendaris Bintang Palapa, tempat para seniman Surabaya mencari amunisi berkarya.

Di toko itulah ia berkenalan dengan Widodo, sang manajer yang kemudian menjadi pintu masuk ke dunia pameran dan jejaring seni yang lebih luas. Undangan pameran demi pameran berdatangan.

Salah satunya di Jakarta yang menjadi pengalaman berkesan. Selain lukisannya diminati dan terjual ia sempat diajak oleh rekan pelukis untuk mendampingi sesi belajar melukis privat. Tanpa briefing, ia hanya diminta ikut hadir dan berbagi ilmu.

“Saya kaget karena sebelumnya tidak tau apa-apa,” kenangnya. Tapi kejutan berikutnya lebih tak terduga, hasil coretan peserta dia betulkan satu per satu hingga semuanya tampak hidup dan estetis.

Ketika pulang, ia diberi amplop tebal berisi honor. Dari situlah ia mulai tersadar bahwa kemampuan mendampingi seseorang menggambar ternyata bisa menjadi jembatan hidup yang tak kalah bermartabat dibanding menjual lukisan.

Keahliannya pun sampai ke telinga seorang pengusaha keturunan Tionghoa di Mojokerto. Ia diminta mendampingi anak pengusaha itu yang akan mengikuti lomba melukis anak-anak. Hasilnya? Si anak menang. Dan seperti bola salju, para orang tua dari lingkar pertemanan pengusaha tersebut turut menitipkan anak-anak mereka kepada Nanang.

Kini, lebih dari 100 anak rutin belajar menggambar di rumahnya setiap pekan. Biaya belajarnya terjangkau, Rp 150.000 per bulan. Karena jumlahnya yang banyak, Nanang dibantu oleh istri dan anaknya dalam mengelola proses belajar. “Capek sih, iya. Tapi melihat mereka berkembang, rasanya seperti menyirami taman dalam hati,” ujarnya.

Namun intensitas sebagai pengajar membuat produktivitasnya melukis menurun drastis. “Kalau soal melukis seperti dulu, sudah jauh berkurang,” sahutnya jujur.

Meski begitu, satu demi satu jejak kebaikan ia lihat dari siswanya. Salah satu yang mencolok adalah Adeline Budiarto, lulusan ISI Yogyakarta yang kini menetap dan berkarya di kawasan wisata Pacet. Sosok ini digadang-gadang sebagai bintang muda yang tengah menanjak — “The Rising Star” dari Mojosari.

Nanang adalah sepupu dari pelukis kontemporer Joni Ramlan. Keduanya sama-sama tumbuh dari tanah Mojosari dan menjadikan seni sebagai napas hidup. Meski jalan mereka berbeda, kecintaan pada seni menjelma seperti api kecil yang tak pernah padam.

JEJAK GURU
Apa yang dilakukan Nanang mengingatkan kita pada kisah pelukis legendaris Affandi, maestro ekspresionis asal Yogyakarta. Selain melukis hingga taraf internasional, Affandi juga pernah menjadi guru gambar dan mendirikan museum serta studio yang terbuka bagi para murid.

Affandi percaya bahwa seni tidak bisa diwariskan hanya lewat pameran namun juga lewat tangan ke tangan, dari kuas ke kuas, dari jiwa ke jiwa.

Nanang Warhol bukan sekadar pelukis tapi juga pemandu bakat, penjaga nyala sekaligus pelita kecil di sudut Mojosari. Dalam dunia yang sibuk mengejar viralitas, Nanang memilih jalan sunyi, menyemai seni sejak dini. Ia mungkin tak lagi sering muncul di ruang pameran tapi setiap coretan muridnya adalah pameran kecil yang hidup di hati mereka masing-masing.

Bagi guru sejati bukan tentang seberapa banyak karya yang terjual tapi seberapa banyak benih yang ditanam dan tumbuh menjadi pohon-pohon yang kuat dalam dunia seni maupun kehidupan. (kim}

51

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini