
IM.com – Kota Mojokerto kembali mencatat capaian penting di bidang pelayanan publik. Kali ini, kota terkecil di jantung Jawa Timur itu ditunjuk pemerintah pusat sebagai salah satu pilot project penyelenggaraan perizinan tenaga medis dan tenaga kesehatan melalui Mal Pelayanan Publik Digital Nasional (MPPDN) versi terbaru.
Langkah ini ditandai dengan penandatanganan Surat Keputusan Bersama (SKB) oleh Menteri Dalam Negeri, Menteri PANRB, Menteri Komunikasi dan Digital, Menteri Kesehatan, serta Kepala Badan Siber dan Sandi Negara. Acara berlangsung di Ballroom Leimena, Gedung Adhyatama Kemenkes RI, Jakarta, Selasa (9/9-2025)
Pembaruan Teknologi dan Layanan Kesehatan
MPPDN versi baru hadir dengan sejumlah pembaruan, mulai dari akses berbasis website dan mobile, hingga integrasi data yang lebih luas antar-instansi. Dalam konteks layanan kesehatan, platform ini memungkinkan proses penerbitan Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP) secara digital.
Selain penandatanganan SKB, kegiatan di Jakarta itu juga diisi dengan sosialisasi teknis kepada kepala daerah, kepala dinas kesehatan, serta dinas penanaman modal dan PTSP. Sosialisasi menitikberatkan pada pemahaman fitur-fitur baru dan prosedur operasional layanan digital.
Wali Kota Mojokerto, Ika Puspitasari, menyebut penerapan MPP Digital di Mojokerto sejak 2023 menjadi bekal kuat untuk melangkah lebih jauh. Menurutnya, sistem ini membawa banyak manfaat bagi publik.
“Dengan digitalisasi, data perizinan terintegrasi dalam satu sistem nasional sehingga tidak ada duplikasi. Prosesnya lebih cepat karena by system, data bisa ditarik otomatis. Semuanya lebih transparan dan bisa dilacak,” ujar Ning Ita, sapaan akrab wali kota.
“Keunggulannya jelas ada, tetapi kelemahannya juga harus diantisipasi. Jangan sampai aplikasi digital malah menambah beban karena pengguna kesulitan memahami alur sistem,” imbuhnya.
Menteri PANRB Rini Widyantini menegaskan, digitalisasi layanan publik adalah kebutuhan mendesak, bukan sekadar inovasi. Menurutnya, kehadiran MPP Digital akan memangkas kerumitan birokrasi.
“Dulu, pengisian berkas perizinan bisa lebih dari dua minggu. Sekarang, dengan platform digital, prosesnya bisa selesai kurang dari satu jam,” ujarnya.
Ia menambahkan, terobosan ini lahir dari kolaborasi lintas kementerian, termasuk BSSN yang menjamin keamanan data. Namun, Rini juga mengingatkan, keberhasilan sistem digital sangat bergantung pada kesiapan SDM dan infrastruktur teknologi di tiap daerah.
“Kalau jaringan internet belum stabil atau masyarakat belum terbiasa, maka potensi kendala tetap ada. Itu sebabnya pilot project ini penting sebagai uji coba,” tegasnya.
Para pengamat menilai, keunggulan digitalisasi pelayanan publik memang tak terbantahkan karena lebih cepat, transparan dan efisien. Namun, tantangan yang harus diantisipasi sejak awal meliputi:
Keterbatasan jaringan internet di beberapa daerah. Risiko kebocoran data pribadi, meskipun BSSN sudah dilibatkan.
Literasi digital yang belum merata di kalangan tenaga kesehatan maupun masyarakat umum. Kemungkinan error sistem yang bisa memperlambat pelayanan jika tidak segera direspons.
Selain Kota Mojokerto, dua daerah lain di Jawa Timur juga ditunjuk sebagai pilot project MPPDN versi baru, yakni Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Jombang.
Dengan demikian, Jawa Timur dipandang sebagai salah satu laboratorium penting untuk mengukur keberhasilan program digitalisasi pelayanan publik nasional.
“Melalui digitalisasi pelayanan publik, termasuk sektor kesehatan, kita tidak hanya meningkatkan kualitas layanan, tetapi juga memperkuat akuntabilitas pemerintah serta efisiensi fiskal daerah,” pungkas Ning Ita. (adv-kom)