
IM.com – Tiga dekade bukan waktu yang singkat. Bagi PT Sun Paper Source (SPS), usia 30 tahun bukan sekadar perayaan, melainkan refleksi perjalanan panjang penuh dedikasi, inovasi, dan kontribusi nyata bagi industri nasional.
Peringatan 30 tahun berdirinya SPS yang digelar pada Selasa (9/9/2025) di kompleks pabrik Ngoro, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur menjadi momentum penting bagi perusahaan untuk meneguhkan diri sebagai pabrik tisu terbesar di Asia dan salah satu kebanggaan industri Indonesia di kancah global.
Acara yang berlangsung khidmat dan meriah ini turut dihadiri Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, dan Bupati Mojokerto, Muhammad Al Barra, yang memberikan apresiasi atas konsistensi dan kontribusi besar SPS dalam membuka lapangan kerja dan memperkuat daya saing industri di Jawa Timur.
Khofifah menyebut, SPS adalah contoh konkret bagaimana perusahaan nasional mampu bertahan dan tumbuh di tengah tantangan global. “Industri seperti SPS ini adalah bukti nyata kemandirian ekonomi daerah dan kontribusi nyata bagi ekspor nasional,” ujarnya.

Didirikan pada 1995, SPS berkembang dari produsen tisu lokal menjadi korporasi global yang menembus lebih dari 80 negara di lima benua. Presiden Direktur PT Sun Paper Source, Ronald Rusco, menyebut capaian ini lahir dari kerja keras, kolaborasi lintas sektor, serta komitmen terhadap keberlanjutan.
“Perjalanan 30 tahun ini adalah bukti daya tahan kami menghadapi dinamika ekonomi global. Namun kami tidak berhenti di sini. Target kami adalah pertumbuhan dua kali lipat dari kondisi saat ini,” ujarnya.
Bagi Ronald, ekspor bukan sekadar transaksi ekonomi melainkan bagian dari diplomasi industri Indonesia di panggung dunia. “Komunikasi dengan para duta besar negara sahabat menjadi kunci memahami karakter pasar global dan memperluas jangkauan produk Indonesia,” tegasnya.
Peringatan 30 tahun ini juga menjadi momentum strategis untuk memperluas kapasitas produksi. SPS tengah menambah empat unit Paper Mills baru (PM 18–21) di area seluas 9,5 hektar di Ngoro, Mojokerto.
Dengan tambahan itu, kapasitas produksi meningkat dari 150 ribu menjadi 200 ribu ton per tahun, menyerap 1.000 tenaga kerja baru, dan ditargetkan 5.000 tenaga kerja di tahun depan. “Ekspansi ini bukti kami beradaptasi dengan teknologi modern dan kebutuhan global,” ujar Ronald.
Sementara itu, Direktur Komersial Jeanet Lengkong menambahkan bahwa pada 2025, kapasitas produksi SPS mencapai 250.000 ton per tahun, dengan 70 persen diekspor ke berbagai negara termasuk Amerika Serikat, Jepang, Australia, dan negara-negara Asia lainnya.
“Indonesia punya potensi besar. Pasar tisu dunia tumbuh pesat, dan kami ingin terus menjadi bagian dari rantai industri global yang berdaya saing tinggi,” katanya.
Tak hanya dari sisi bisnis, SPS juga berkomitmen pada produksi ramah lingkungan. Perusahaan ini memanfaatkan kertas daur ulang lokal, mengelola limbah secara berkelanjutan, dan menggunakan teknologi otomatis demi menjamin kehigienisan produk.
Perayaan ini juga dihadiri 10 Duta Besar dan Calon Duta Besar (Cadubes) dari berbagai negara seperti Jepang, Vietnam, Mesir, Yaman, hingga Slowakia. Salah satunya, Calon Dubes Indonesia untuk Vietnam, Adam Sugiyo, menyebut SPS sebagai bukti daya saing industri nasional.
Adam juga menyoroti peningkatan konsumsi tisu dunia yang bisa menjadi peluang besar bagi Indonesia. “Konsumsi tisu di Amerika mencapai 15 kg per orang per tahun, sementara Indonesia baru 3–4 kg. Artinya, ruang pertumbuhan masih terbuka lebar,” tambahnya.
Dalam penutup sambutannya, Ronald Rusco menegaskan makna tiga dekade perjalanan SPS: “Ini bukan sekadar perayaan, tapi bukti bahwa industri nasional bisa berdiri tegak, tumbuh, dan memimpin di tengah badai global. Kami ingin menjadi jembatan antara kekuatan industri Indonesia dan dunia.”
Dari Mojokerto, SPS menegaskan bahwa industri dalam negeri tak hanya mampu bertahan tapi juga menginspirasi dunia. Sebuah kisah tentang ketekunan, inovasi, dan kebanggaan bangsa yang tumbuh dari tanah sendiri. (kim)