IM.com – Dua perupa asal Sidoarjo, Widodo Basuki dan Djagad Ngadianto, menghadirkan pameran lukisan bersama bertajuk “Ya Jagadku – Ya Jagadmu” yang menjadi ruang refleksi dan perayaan atas kebebasan kreatif.
Pameran ini bukan sekadar pertemuan dua gaya visual melainkan dialog batin dua seniman, yang sama-sama menafsirkan kehidupan melalui napas budaya Jawa.
Judul pameran yang unik: “Yo Jagadmu, Yo Jagadmu” berakar dari geguritan karya Widodo Basuki berjudul “Salembar Godhong Suruh.” Dalam salah satu baitnya termuat kata “Jagad” yang menggambarkan semesta batin dan kebebasan pribadi sang kreator.
Dari situlah lahir ide untuk mempertemukan dua dunia artistik yang saling bersinggungan namun tetap menjaga kekhasan masing-masing.
“Pameran ini adalah wujud kebebasan kami dalam berkarya, dalam memaknai jagad pribadi yang kami hidupi,” ujar Widodo Basuki, pelukis kelahiran Trenggalek, alumnus STKW dan IKIP PGRI Adi Buana Surabaya yang juga dikenal sebagai sastrawan dan penggurit Jawa.
Dalam pameran kali ini, Widodo menampilkan eksplorasi visual dari kisah-kisah Panji, cerita klasik Nusantara yang sarat nilai spiritual dan kemanusiaan. Ia menghadirkan keheningan diri, rasa syukur, dan dialog halus antara manusia dengan Sang Pencipta melalui simbol dan komposisi yang menyatu dalam warna-warna lembut penuh makna.
Sementara Djagad Ngadianto, pelukis asal Bojonegoro yang kini menetap di Waru, Sidoarjo, menampilkan karya-karya bertema wayang, yang di tangannya menjelma sebagai alegori kehidupan manusia modern.
Tokoh-tokoh pewayangan itu tak lagi berdiri di atas panggung mitos, melainkan hadir di tengah keseharian menyentuh, menggelitik, sekaligus mengajak merenung.
“Wayang bagi saya adalah cermin kehidupan. Setiap figur di atas kanvas adalah bagian dari jagad kemanusiaan kita sendiri,” ungkap Djagad yang aktif di berbagai komunitas seni seperti Komunitas Perupa Delta (Komperta), Koperjati, dan Kosmubaya sejak awal 2000-an.
Baik Widodo maupun Djagad sama-sama tumbuh dalam lingkungan seni rupa Jawa Timur yang dinamis. Keduanya terlibat dalam puluhan pameran penting—baik tunggal maupun bersama di berbagai kota.
Widodo, yang sejak 1993 juga menjabat sebagai Pemimpin Redaksi majalah berbahasa Jawa Jaya Baya, telah mengikuti lebih dari 60 pameran bergengsi, di antaranya “Spirit from The East”, “Eksistensial”, dan “Semanggi Suroboyo.”
Sementara Djagad memiliki rekam jejak panjang di dunia pameran, mulai dari Galeri Prabangkara Taman Budaya Jawa Timur, Museum Mpu Tantular, Hotel Majapahit Surabaya, hingga Rumah Seni Barli Bandung.
Jejaknya memperkuat eksistensi pelukis Sidoarjo dalam peta seni rupa nasional, sekaligus menunjukkan vitalitas Komperta sebagai wadah kreatif yang hidup.
Pameran “Ya Jagadku – Ya Jagadmu” menjadi semacam jembatan spiritual antara dua dunia: dunia batin dan dunia sosial, antara narasi Panji dan perwayangan, antara simbol ketenangan dan dinamika kehidupan rakyat. Keduanya berpadu dalam semesta visual yang memancarkan nilai kemanusiaan, kebijaksanaan, dan rasa syukur kepada Sang Pencipta.
“Semoga apa yang kami tampilkan menjadi bahan apresiasi yang menarik,” tutup keduanya dalam pengantar pameran.
Di tengah derasnya arus seni digital dan gaya hidup serba instan, pameran ini hadir sebagai oase yang mengingatkan bahwa seni bukan sekadar teknik, melainkan perjalanan batin.
Melalui “jagad” masing-masing, Widodo Basuki dan Djagad Ngadianto menunjukkan bahwa kebebasan kreatif sejati lahir dari kesetiaan terhadap akar budaya dan kejujuran rasa.
Mereka bukan hanya memamerkan lukisan tetapi juga membuka ruang bagi publik untuk menatap diri sendiri—melihat bahwa setiap manusia, sejatinya, adalah pelukis bagi jagadnya sendiri. (kim)
Perupa Sidoarjo Pameran “Ya Jagadku Ya Jagadmu”
46








































