IM.com – Baru dilantik, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati langsung diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi. Nicke diduga tahu banyak soal penganggaran proyek pembangunan PLTU Riau-1 karena saat itu statusnya sebagai Direktur Pengadaan Strategis 1 PT PLN.
Nicke Widyawati hari ini (3/9/2018) dimintai keterangan dalam kapasitasnya sebagai mantan Direktur Pengadaan Strategis 1 PT PLN. Ia diperiksa sebagai saksi bersama empat orang orang lain yakni Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN Supangkat Iwan Santoso, Kepala Satuan IPP PT PLN Muhammad Ahsin Sidqi dan CEO Blackgold Natural Resources Rickard Philip Cecil.
“Keempat saksi diperiksa untuk tersangka Idrus Marham (mantan Mensos dan Sekjen Partai Golkar),” ujar Juru Bicara KPK, Yuyuk Andriati.
Nicke Sebagai Perancang Proyek
Jabatan Nicke sebagai salah satu Direktur Perencanaan Strategis 1 yang membawahi divisi Rencaan Umum Pengadaan Tenaga Listrik (RUPTL) merupakan posisi strategis dan penting kala itu. Disebutkan dalam RUPTL 2016-2025 untuk mendukung proyek listrik 35.000 MW, dan sudah disetujui oleh Menteri ESDM melalui keputusan Menteri ESDM nomor:5899 K/20/MEM/2016.
Atas sejumlah indikasi itu, Partai Gerindra langsung bereaksi. Partai oposan ini mendesak KPK mengusut tuntas dugaan bos cantik Pertamina itu ikut menikmati duit korupsi proyek PLTU Riau-1.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono mengomentari bahwa, menurutnya sangat jelas peran Nicke dalam proyek tersebut. Karena itu KPK harus mendalami apakah Nicke bersalah atau tidak terlibat sama sekali.
“Sangat jelas peran Nicke Widyawati saat menjabat sebagai direksi PLN punya peran penting untuk menunjukan pemenang tender Pengadaan Tender Proyek PLTU Riau 1,” ujar Arief, di Jakarta (3/9).
Arief meminta KPK Bekerja secara Profesional dan mengungkap kasus korupsi PLTU Riau 1 sampai ke akar-akarnya. Jangan sampai KPK melakukan aksi tebang pilih terhadap kasus korupsi yang melibatkan sejumlah pejabat negara mulai anggota legislatif hingga eksekutif.
“Karena itu KPK harus benar benar memeriksa Nicke Widyawati. Dan jika sudah ada dua alat bukti yang kuat segera saja tetapkan jadi tersangka dan Jangan takut pada tekanan politik. Semoga praktek mafia rente proyek Pembangkit 35 MW terbongkar,” tandasnya.
Kasus PLTU Riau 1 terungkap saat KPK melakukan OTT terhadap Pengusaha peserta tender Johannes Kotjo sudah memberikan Fee Rp 4,5 Miliar pada Eni Saragih dan menjanjikan sukses lobby fee Dalam pengaturan Pemenangnya proyek Riau 1 kepada Idrus Marham sebesar 1.5 juta dollar atau ekuivalen dengan Rp 20 miliar.
“Sepengetahuan saya yang pernah bekerja di BUMN sangat tidak mungkin kasus Hanky Panky di Proyek PLTU Riau 1 milik PLN tidak Ada yang terlibat direksinya,” cetusnya.
Sebagai informasi, kasus dugaan korupsi proyek pembangunan PLTU Riau-1, terungkap sesudah KPK melakukan penyelidikan mulai Juni 2018, dan menggelar operasi tangkap tangan (OTT), Jumat (13/7/2018), di Jakarta. Dalam OTT ini, KPK menangkap Eni Maulani Saragih yang menjabat Wakil Ketua Komisi VII DPR di Rumah Dinas Menteri Sosial, kawasan Jakarta Selatan.
Sesudah memeriksa bukti-bukti dan gelar perkara, KPK menetapkan Eni Maulani Saragih sebagai tersangka penerima suap. Politisi Partai Golkar itu terindikasi berperan memuluskan proses penandatanganan kerja sama pembangunan PLTU Riau-1, dengan perusahaan swasta tersebut.
KPK juga menetapkan Johannes Budisutrisno Kotjo pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited sebagai tersangka pemberi suap.
Lalu, Jumat (24/8/2018), KPK mengumumkan status Idrus Marham sebagai tersangka. Mantan Menteri Sosial itu diduga mendapat jatah 1,5 juta USD dari Johanes Budisutrisno Kotjo karena berperan memenangkan Blackgold Natural Resources Limited sebagai salah satu perusahaan penggarap proyek nasional senilai 900 juta USD. (ata/im)