IM.com – PT Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) Kota Mojokerto menjadi sorotan dewan menyusul merosotnya deviden (laba untuk pemegang saham) sehingga mempengaruhi turunnya pendapatan asli daerah (PAD) Pemkot Mojokerto. Bank pelat merah ini berdalih, sedang menggenjot investasi membuka dua cabang baru.
Direktur Utama PT BPRS, Khoirudin tak menampik terjadinya penurunan laba sejak tahun 2015 yang secara otomatis membuat deviden merosot. Laba untuk Pemkot Mojokerto sebagai pemegang 99% saham, seharusnya Rp 1 miliar lebih hanya mendapatkan bagian Rp 300 juta. Padahal, penyertaan modal daerah 2015 mencapai Rp 10 miliar.
“Untuk deviden tahun 2015 mengalami penurunan, hal ini di sebabkan PT BPRS Kota Mojokerto di tahun 2015 merupakan tahun Investasi. Karena di tahun 2015 terdapat 2 pembukaan cabang sekaligus, yakni Kantor Cabang Mojosari dan Kantor Cabang Pandaan (Pasuruan),” jelas Khoirudin melalui email resmi ke wartawan, Jumat (7/10).
Khoirudin sekaligus menjawab pertanyaan Komisi III DPRD Kota Mojokerto yang meragukan analisa kelayakan membuka dua cabang baru tersebut. “Setiap pembukaan jaringan atau kantor cabang selalu dilakukan kajian atau studi kelayakan sebagai persyaratan yang telah ditentukan,” tegasnya.
Di samping itu, lanjut Khoirudin, anjloknya laba tahu 2015 yang hanya pada angka Rp 600 juta akibat adanya peraturan baru dari otoritas jasa keuangan (OJK). “Contohnya tentang pendapatan administrasi yang tahun-tahun lalu bisa di akui secara langsung sebagai pendapatan, sedangkan di tahun 2015 pendapatan administrasi di amortisasi (pengurangan nilai) sesuai dengan jangka waktu pembiayaan,” terangnya.
Merosotnya deviden BPRS ini terkuak dalam rapat paripurna P APBD 2016 bulan September lalu. Komisi III DPRD Kota Mojokerto menyoroti penuruan PAD yang ternyata salah satunya akibat anjloknya pendapatan dari sektor deviden.
Tak hanya di 2015, menurut dewan, deviden dari BPRS diproyeksikan anjlok tahun 2016.
Dengan penyertaan modal daerah Rp 13 miliar, atau naik Rp 3 miliar dari tahun sebelumnya, target deviden untuk Pemkot Mojokerto dipatok Rp 1,2 miliar. Namun, sampai saat ini pembagian laba dari BPRS baru Rp 300 juta.
Dewan menilai anjloknya deviden dari BPRS itu sebagai sesuatu yang janggal. Pasalnya, direksi BUMD itu menyatakan Capital Adequacy Ratio (rasio kecukupan modal) mencapai 26% yang artinya sebagai bank yang kondisi keuangannya sangat sehat. Selain itu, angka kredit macet usaha kecil menengah (UKM) juga rendah.
Oleh sebab itu, pekan ini Komisi III akan kembali memanggil direksi PT BPRS untuk dimintai penjelasan dalam rapat dengar pendapat (RDP). Selain anjloknya deviden, dewan juga akan meminta penjelasan manajemen bank pelat merah itu terkait investasi senilai Rp 1 miliar ke BPR lain, serta pemborosan biaya promosi yang mencapai Rp 500 juta dalam setahun. (bud/uyo)