IM.com – Lima warga Dusun Bajangan dan Kembangringgit, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Mojokerto melaporkan PT Sinergy Power Source (SPS) yang ditengarai menyerobot lahan mereka. Luas lahan warga yang tiba-tiba dikuasai PT SPS sekitar 7.500 meter persegi.
Kelima orang yang memperkarakan dugaan penyerobotan lahan oleh PT SPS yakni Ponali, Bagio, Sukadi Wandoyo, Sumari dan Mistono. Mereka mengklaim masing-masing memiliki lahan seluas 1.500 meter persegi yang kini dikuasai pabrik penyuplai energi listrik ke industri grup perusahaannya di Ngoro.
Para pelapor menuntut PT SPS membayar ganti rugi sembilan bidang tanah di dua blok lahan yang berada di lokasi pabrik. Kuasa hukum kelima warga, Edy Yosef, mengatakan sebagian lahan yang ditempati PT SPS saat ini masih berstatus milik kliennya dengan bukti kepemilikan berupa Letter C dan SPPT PBB.
“Kami menuntut PT SPS membayar ganti rugi per bidang tanah Rp 1,5 miliar. Nilai tuntutan ini sudah berdasar harga pasaran tanah sekarang ditambah kerugian materi klien kami selama empat tahun tidak bisa menggarap lahan karena diserobot perusahaan,” tandas Edy di kantornya, Posbakumadin, Puri, Kabupaten Mojokerto, Selasa (2/1/2019).
Lebih lanjut Edy Yosef mendesak Polres Mojokerto lebih serius menangani kasus dugaan penyerobotan lahan dan pemalsuan yang pernah dilaporkan salah seorang warga yakni Ponali pada 2015 silam.
“Karena sertifikat hak guna terbit tahun 2016. Artinya, Badan Pertanahan sudah menerbitkan sertifikat hak guna usaha itu saat tanah masih dalam sengketa. Jadi ada indikasi pemalsuan. Kecuali jika terbit tahun 2014, mungkin kami akan membawanya ke ranah perdata,” tutur Edy Yosef.
Tapi anehnya, sampai saat ini proses hukum kasus ini seolah jalan di tempat. Penyidik Polres Mojokerto belum meningkatkan proses dari penyelidikan ke penyidikan.
“Gelar perkara 25 Oktober 2018 di Polres Mojokerto yang dihadiri Kades Kembangringgit, pihak PT SPS, BPN Kabupaten Mojokerto juga tidak menghasilkan perkembangan penyelidikan yang signifikan. Karena itu, kami akan melaporkannya lagi,” ujar Edy.
11 Bukti Penyerobotan dan Pemalsuan Dokumen Lahan
Edy menegaskan, pihaknya telah mengantongi sedikitnya 11 bukti dan petunjuk atas dugaan penyerobotan lahan tersebut. Hal itu, lanjut Edy, jadi bukti kuat untuk memperkarakan perusahaan dan pihak lain yang berupaya menghalangi kliennya memperoleh hak ganti rugi.
“Jadi tidak ada alasan perusahaan tidak membayar ganti rugi. Karena bukti kepemilikan sah dan pernah membayar pajak bumi dan bangunan,” cetusnya.
Bukti dan petunjuk yang dimaksud Edy antara lain terjadinya penghapusan nomor obyek pajak (NOP) SPPT milik lima kliennya. Selama ini, kliennya selalu menerima SPPT dan membayar kewajiban pajak atas lahannya.
“Tapi pada tahun 2018, mereka tidak bisa menerima SPPT dan pembayaran pajaknya tertolak karena NOP tiba-tiba sudah atas nama pihak lain,” ujar Edy.
Menurut Edy, penghapusan NOP ini semakin menjadi bukti petunjuk bahwa tanah warga ada di dalam kompleks Pabrik PT Sinergy Power Source. Sebab, NOP hanya bisa dihapus apabila ada perubahan status atas objek tanah, antara lain penggabungan.
“NOP bidang tanah nomor 10,11,12,21, 32 dan 97 atas nama lima orang klien kami berada di dua peta blok. Tetapi sekarang semuanya digabungkan menjadi satu NOP yang menajdi dasar penerbitan terbit HGB Nomor 23 milik PT SPS,” terang Edy.
Bukti peta bidang dalam Letter C dan nomor objek pajak (NOP) dalam SPPT kini beralih menjadi obyek tanah dalam HGB No. 23 atas nama PT SPS. “Pemilik lahan tidak pernah tahu adanya penggabungan ini,” tandasnya.
Dengan demikian, lanjut Edy, memang telah terjadi penghapusan NOP atas nama warga yang ada didalam lokasi pabrik. Sebab jika lahan milik warga itu ada di luar lokasi pabrik, maka tidak perlu ada penghapusan NOP.
Edy menyayangkan sikap BPN Kabupaten Mojokerto yang enggan membuka warkah tanah HGB Nomor 23 atas nama PT SPS. Padahal izin dari BPN Propinsi Jawa Timur sudah turun.
“Karena sikap BPN ini enggan membeber warkah tanah ini, proses hukum menjadi terhambat. Penyidik kesulitan meruntut riwayat tanah milik warga di dua blok yang kini dikuasai PT SPS tersebut,” tegasnya.
“Ada kesan pihak penyidik tidak berdaya saat Badan Pertanahan Kabupaten Mojokerto tidak membawa dokumen ke Polres untuk mengungkap sejarah tanah dan tidak menyajikan warkah tanah,” imbuh Edy.
Konflik yang dipicu dugaan penyerobotan lahan milik lima warga setempat yang dilakukan perusahaan pembangkit tenaga listrik swasta itu menyeruak pasca pelepasan hak beberapa bidang tanah di dua peta blok lahan petani desa Kembangringgit tahun 2014. Ada indikasi keterlibatan perangkat Desa Kembangringgit bersekongkol dengan perusahaan juga disinyalir menjadi faktor penghambat.
Sebab pihak perusahaan hanya melibatkan jalur panitia pembebasan yang diketuai Kades Kembangringgit saat proses pembayaran ganti rugi lahan. (im)