IM.com – Kenaikan upah minimum provinsi sebesar 8,51 persen menuai respon negatif dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Timur (Jatim). Kenaikan upah sebesar itu menurut Apindo akan membebani neraca keuangan perusahaan hanya untuk membayar gaji karyawan dan berdampak buruk pada iklim investasi.

Besaran kenaikan UMP akan menjadi rujukan lonjakan upah minimum kota/kabupaten (UMK). Dengan kenaikan 8,51 persen sesuai surat edaran Menaker Hanif Dhakiri tertanggal 15 Oktober 2019 lalu, maka UMK tertinggi di Jatim mencapai Rp 4,2 juta dan terendah Rp 1,9 juta.

Sekretaris Apindo Jatim Dwi Ken Hendrawanto mengatakan, dengan UMK di atas Rp 4 juta, perusahan akan terbebani karena pengeluaran membengkak untuk pembayaran gaji pegawai. Bahkan menurut Dwi, kenaikan itu akan mempengaruhi investasi di Jatim.

“Memang kendala terutama investasi di Jatim. Kami melihat ini cukup tinggi sekali,” ujar Dwi, usai jumpa pers di kantor Gubernur Jatim, Sabtu (2/11/2019).

Namun demikian, Apindo Jatim pasrah dan tetap melaksanakan Peraturan Pemerintah (PP) 78 Tahun 2015 tentang pengupahan. Ia hanya berharap para pengusaha bisa cepat menyesuaikan neraca keuangannya atas kenaikan UMP dan UMK 8,51 persen.

“Kami masih berharap semua bisa berjalan dengan baik. Karena bagaimana pun juga kami tak bisa lepas dari peraturan itu,” tuturnya.

Dengan kenaikan 8,51 persen, maka UMP Jatim 2020 menjadi sebesar Rp 1.768.777,08. Sementara UMK tertinggi yakni Kota Surabaya diperkirakan mencapai 4 .200 .479.19.

Kemudian disusul daerah ring 1 yakni Kabupaten Gresik, Siidoarjo, Kabupaten Pasuruan dan Mojokerto. UMK tahun 2020 di empat daerah tersebut berada di kisaran Rp 4 juta.

Sementara UMK terendah di kisaran Rp 1,91 juta ada di daerah ring 4 yakni Kabupaten Sampang, Situbondo, Pamekasan, Kabupaten Madiun, Ngawi, Ponorogo, Pacitan, Trenggalek dan Magetan.

Sampai sekarang, Pemerintah Provinsi masih menunggu usulan UMK dari Kabupaten dan Kota. (Baca: UMK Ring 1 Jatim Tembus Rp 4 Juta, Kabupaten Mojokerto Diprediksi Rp 4,179 Juta).

Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jatim Himawan Estu Subagijo mengingatkan kepada kabupaten/kota untuk tidak menaikkan UMK lebih dari 8,51 persen.

“Kami tidak menerima kenaikan UMK lebih dari 8,51 persen, karena melanggar hukum,” kata Himawan.

Sementara, Ketua Dewan Pengupahan Jatim Fauzi mengapresiasi kenaikan UMP meskipun penetapan hanya formalitas. Fauzi mengatakan dengan adanya penetapan UMP akan menjadi patokan untuk penetapan UMK.

“UMP di Jatim itu hanya formalitas, karena di Jatim sudah berlaku UMK seluruh kabupaten atau kota. Maksimal tanggal 21 (November) Ibu Gubernur akan menandatangani UMK yang akan diberlakukan 1 Januari tahun depan,” ujarnya. 

Menaker sebelumnya, Hanif Dhakiri menjelaskan, rumus kenaikan UMP berdasarkan PP 78 Tahun 2015 tentang pengupahan. Berdasar aturan itu, UMP dihitung dengan menambahkan UMP tahun berjalan dengan hasil perkalian antara upah tahun berjalan dengan inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi. (im)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini