IM.com – Para pedagang Pasar Wisata Pacet merasa geram dalam sebulan terakhir. Amarah para pedagang dipicu berdirinya stan baru yang diduga liar di sisi fasilitas umum Musholla Ar Rahman.
Dugaan itu muncul karena bangunan berukuran 2,5 m x 4,30 tersebut tidak sesuai master plan pembangunan pasar yang diresmikan Februari 2019 silam. Keberadaan stan baru yang berada persis di depan musholla, bagian sisikanan pasar tersebut tidak sesuai dengan pengelompokan pedagang.
“Kami selaku pedagang di pasar ini merasa keberatan dengan adanya stan baru yang diduga untuk berjualan kuliner,” ujar Yuli Mariana, seorang pedagang Pasar Wisata Pacet.
Dalam rancangan pembangunan pasar wisata dan edukasi itu, stand para pedagang memang sudah dikelompokkan. Pengelompokan stan berdasar jenis komiditi yang dijual para pedagang.
Untuk pedagang berjualan produk UMKM dan oleh–oleh khas Pacet dan Mojokerto secara umum. Sedangkan untuk stan kuliner terletak di bagian belakang.
“Nah stan baru itu kelompok kuliner, tapi berada di depan. Banyak pengunjung yang menanyakan mengapa ada stan dibangun tepat di depan tembok musholla, mestinya tidak boleh. Karena dibangun menempel dengan tembok sisi luar tempat imam, kurang etis,” tandas Yuli.
Selain menyalahi aturan pengelompokan, menurut Yuli, keberadaan bangunan tersebut juga tidak memerhatikan unsur estetika dan etika.
“Padahal, stand kuliner di belakang juga masih banyak kosong, kenapa kok harus dibangun baru, apalagi di bagian depan pasar. Dari awal yang bagian depan itu untuk stand produk UMKM dan oleh–oleh khas Pacet,” tegasnya.
Saat wartawan inilahmojokerto.com meninjau lokasi tersebut, memang sedang ada pembangunan. Menurut pekerja yang sedang menggarap bangunan stan tersebut, dinding yang menempel ke tembok musholla dibuat untuk dapur.
Terpisah, Ketua Paguyuban Pedagang Pasar Wisata Pacet Purnadi mengatakan, pihaknya belum menerima laporan dari pemilik stan baru yang berada di depan musholla tersebut. Ia menyarankan awak media agar menanyakan masalah ini ke Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pasar dan Disperindag.
“Prosesnya harus mengajukan permohonan ke Dinas, kemudian setelah di ACC maka Paguyuban mendapatkan tembusan. Sehingga pedagang yang berjualan atau yang menempati memiliki legalitas berupa buku hak pakai. Setiap orang baru yang menempati stand di sini prosesnya harus sesuai prosedur,” beber Purnadi.
Terkait dengan keresahan yang dialami para pedagang, Purnadi mengatakan Paguyuban Pedagang Pasar Wisata Pacet tidak bisa melangkah melebihi sesuai kewenangan. “Terkait hal itu merupakan wewenang UPT dan Dinas. Paguyuban hanya memiliki kewenangan penataan pedagang yang ada artinya yang resmi,” pungkasnya. (rei/im)