IM.com – Batu prasasti era Kerajaan Singasari yang ditemukan di Dusun Rejoso, Desa/Kecamatan Gondang, Kabupaten Mojokerto, semakin tak terawat dan memprihatinkan. Padahal, prasasti ini memiliki keunikan sendiri dibanding situs peninggalan lain dari era yang sama.
Prasasti Gondang tidak sepenuhnya berbentuk gunungan wayang utuh seperti lazimnya batu peninggalan lain yang dikeluarkan oleh raja Singasari maupun Majapahit. Hal itu menandakan batu cagar budaya tersebut dibuat untuk menandai adanya peristiwa bersejarah yang terjadi pada masa itu.
Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jatim memperkirakan batu prasasti ini tidak dikeluarkan oleh Raja Singasari, Kertanegara. Melainkan raja bawahan di wilayah kekuasaan (perdikan) Singasari.
“Mojokerto termasuk menjadi daerah kekuasaan Singasari selain Gresik dan Surabaya,” kata Arkeokog BPCB Jatim, Wicaksono Dwi Nugroho saat meninjau Prasasti Gondang, Jumat (5/6/2020).
Prasasti yang dipahat pada batu andesit tersebut mempunyai diameter 127 cm. Bagian yang tampak setinggi 54 cm. Sebagian besar batu ini masih terpendam di dalam sawah yang kini ditanami jagung.
Setiap prasasti berisi pujian-pujian untuk raja, nama para pejabat yang hadir saat pembuatan prasasti, isi prasasti dan kutukan-kutukan. Tidak jauh dari tempat prasasti dipasang, biasanya terdapat bangunan suci.
“Karena hasil pajak yang tidak dipungut oleh raja pada zaman dulu digunakan untuk merawat bangunan suci,” terang Wicaksono.
Pada salah satu permukaan datar batu tersebut, terukir 3 baris kalimat menggunakan aksara Jawa Kuno. Baris pertama berbunyi “I … titi … nirat bo/wa(?)”, baris kedua “iguna bala sasana”, sedangkan baris ketiga bertuliskan angka tahun, yaitu 1197 saka atau 1275 masehi.
Berdasarkan angka tahunnya, prasasti ini dibuat pada masa kekuasaan Raja Kertanegara dari Kerajaan Singasari. Prasasti ini menandakan wilayah Singasari sampai Mojokerto sebelum ada Majapahit.
Saat ini, kondisi Prasasti Gondang yang berada di lahan sawah milik Atkim, warga Dusun Rejoso, Desa/Kecamatan Gondang itu kian memprihatinkan. Padahal prasasti itu dikelola Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jatim dan menunjuk pemilik sawah sebagai juru pemeliharaannya.
“Melihat kondisinya yang memprihatinkan, kami akan segera laporkan ke Dinas Kebudayaan supaya diberi cungkup agar tidak semakin parah ausnya,” tandas Wicaksono. (im)