IM.com – Sejumlah buruh di Kabupaten Mojokerto, Selasa (6/10/2020) melakukan aksi mogok kerja sebagai bentuk penolakan atas disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja. Mereka menganggap beberapa beleid pasal dalam undang-undang baru itu sangat merugikan pihak buruh.
Catatan buruh Mojokerto, setidaknya ada 13 poin dalam UU Ciptaker yang mengabaikan bahkan menindas kepentingan pekerja. Pertama, terkait uang pesangon yang seharusnya menjadi hak buruh, justru dihapus dalam UU baru itu.
UU Ciptaker telah meniadakan setidaknya 5 klausul terkait hak pesangon buruh. Sehingga, pekerja terancam tidak menerima pesangon ketika mengundurkan diri, mengalami PHK dengan alasan tertentu, dan meninggal dunia.
Kelima poin itu tertuang dalam Pasal 81 UU Ciptaker. Yakni poin 51 menghapus ketentuan Pasal 162 UU Ketenagakerjaan yang berisi aturan penggantian uang pesangon bagi pekerja yang mengundurkan diri.
Pada pasal yang sama, poin 52 menghapus pasal 163 di UU Ketenagakerjaan. Pasal tersebut sebelumnya mengatur pemberian uang pesangon apabila terjadi PHK akibat perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan perusahaan.
Kemudian, poin 53 UU Ciptaker menghapus pasal 164 UU Ketenagakerjaan yang mengatur pemberian uang pesangon apabila terjadi PHK akibat perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 tahun atau keadaan memaksa (force majeur).
Poin 54 UU Ciptaker menghapus pasal 165 pada UU Ketenagakerjaan terkait pemberian uang pesangon apabila terjadi PHK karena perusahaan pailit. Dan poin 55 UU Ciptaker menghapus pasal 166 UU Ketenagakerjaan tentang pemberian pesangon kepada ahli waris apabila pekerja atau buruh meninggal dunia.
Beleid kedua yang dinilai tidak adil bagi buruh yakni menyangkut UMP, UMK, UMSK yang dihapus. Ketiga, upah buruh yang dihitung per jam. Keempat, semua hak cuti (cuti sakit, cuti kawinan,khitanan atau cuti baptis, cuti kematian, cuti melahirkan) hilang dan tidak mendapat kompensasi.
Lalu kelima, status outsourcing diganti dengan kontrak seumur hidup. Keenam, tidak akan ada status karyawan tetap. Ketujuh, perusahaan bisa melakukan PHK tanpa harus terlebih dulu mengajukan permohonan secara tertulis kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Berikutnya, UU Ciptaker menghilangkan jaminan sosial dan kesejahteraan bagi pekerja lainnya. Sembilan, semua karyawan berstatus tenaga kerja harian.
Kesepuluh, tenaga kasar asing bisa bebas masuk atau dipekerjakan di industri dalam negeri. Selain itu, buruh bisa diancam PHK apabila melakukan unjuk rasa atau protes.
Ke-12, tidak ada penambahan cuti pada libur Hari Raya. Dengan demikian, buruh hanya bisa libur kerja pada tanggal merah.
Terakhir, UU Ciptaker membatasi waktu istirahat di Hari Jumat hanya selama 1 jam.
“Semua klausul itu sangat mencederai hati kaum buruh, pemerintah hanya berpihak pada pemilik modal. Oleh karena itu, kami akan siap terus untuk melawan,” cetus Konsulat Cabang FSPMI Mojokerto, Ardian Safendra.
FSPMI menggelar aksi mogok kerja dan unjuk rasa di depan pabrik PT Dwi Prima Sentosa di Jalan Raya Mojosari-Gempol, Desa Sedati, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Mojokerto. Mereka melakukan mogok kerja sejak pukul 07.00 WIB hingga pukul 09.00 WIB, Selasa (6/10/2020).
Ketua Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Siti Munawaroh menegaskan, aksi ini dilakukan sebagai sikap buruh menolak UU Omnibus Law. Ia menilai, selain urusan PHK dan Pesangon, UU tersebut juga tidak berpihak kepada buruh perempuan.
“Kita secara tegas menolak Omnibus Law, sehingga aksi mogok di depan pabrik ini,” ungkapnya saat berada didepan pabrik PT DPS yang di jaga sejumlah aparat.
UU Ciptaker, lanjut Siti, menghapus hak cuti buruh perempuan. Seperti, cuti kawinan, khitanan atau cuti baptis, cuti kematian, cuti melahirkan, hingga tidak ada kompensasi cuti hamil.
Pihaknya dan puluhan buruh mayoritas wanita ini mengaku, sudah berkoordinasi dengan pihak perusahaan tempatnya bekerja untuk melaksanakan aksi mogok kerja selama tiga hari sejak Selasa, 6 Oktober 2020 hingga Kamis, 8 Oktober 2020 nanti.
“Kita sebagai buruh perempuan gak mau donk, kalau cuti melahirkan itu dihapus. Soalnya perempuan pasti kan melahirkan dan itu ada didalam omnibus law,” tegasnya. (im)