IM.com – Anggota DPRD Kabupaten Mojokerto Winajat membeber alasan perusahaannya, CV Giri Meru, bersikukuh mempertahankan hak pengelolaan limbah PT Surabaya Autocomp Indonesia (SAI). Hal itu karena Pemerintah Desa Lolawang dianggap tidak bisa memberi jaminan bahwa hasil dari pengelolaan limbah itu benar-benar akan disalurkan untuk meningkatkan sektor pendidikan dan kesejahteraan warga.
Menurut Winajat, pihaknya selama ini terbuka untuk bermediasi dengan Pemdes Lolawang. Ia pun sudah bersikap lunak dengan menyerahkan sebagian limbah PT SAI untuk dikelola BUMDes.
Hanya, Winajat meminta Pemdes menujukkan komitmennya secara konsisten melalui BUMDes dengan menyalurkan sebagian hasil pengelolaan limbah untuk memajukan pendidikan dan meningkatkan kesejahteraan warga Desa Lolawang. Komitmen itu bisa dituangkan dalam perjanjian BUMDes Lolawang dengan CV Giri Meru.
“Tapi mereka keberatan. Kalau ini nanti dikelola badan usaha milik perseorangan meskipun mengatasnamakan BUMDes, ini nanti akan diperebutkan setiap pergantian kepala desa, nanti warga desa tidak akan pernah mendapat apa-apa,” kata Winajat.
Politisi Partai Golkar ini mengungkapkan, hal itulah yang menyebabkan mediasi antara kedua pihak selama ini menemui jalan buntu. Selain keberatan dengan permintaan Winajat, Pemdes juga menuntut mengambil alih pengelolaan semua limbah dua pabrik PT SAI di kawasan NIP.
“Awalnya minta 30 persen, karena saya menolak. Mereka malah menuntut semuanya. Saya sudah lunak memberikan limbah di pabrik yang di barat, nilainya juga tidak selisih jauh dengan pabrik di timur, kisaran 3 banding 5,” ujar Winajat.
Winajat menjelaskan, sejak bekerjasama dengan PT SAI tahun 2001, pihaknya selalu berkomitmen untuk menyisihkan keuntungan dari pengelolaan limbah industri itu bagi Desa Lolawang. Komitmen itu, lanjutnya, sudah tertuang dalam MoU dengan perusahaan asing asal Jepang tersebut.
“Saya takutnya ada kesalahpahaman. Karena rumor yang berkembang di masyarakat Desa Lolawang, saya ini tidak peduli dengan kesejahteraan warga. Padahal, dana CSR itu rutin saya berikan setiap bulan ke Pemdes Lolawang dan Dusun Sukorejo sejak awal kerjasama dengan PT SAI tahun 2001,” tandasnya.
CV Giri Meru secara rutin menyetor sebagian hasil pengelolaan limbah PT SAI kepada ke Pemdes Lolawang dan perangkat Dusun Sukorejo. Nilai sumbangan yang dikategorikan dana CSR itu masing-masing Rp 2,5 juta dan Rp 3 juta per bulan.
“Itu sendiri-sendiri dan nilainya mereka sendiri yang menentukan. Saya awalnya ingin agar dana CSR itu diberikan satu pintu langsung jumlahnya berapa, tapi pemdes tidak mau, harus sendiri-sendiri. Dan nilai itu belum termasuk tunjangan untuk perangkat desa dan pengurus BPD (Badan Permusyawaratan Desa),” ungkapnya.
Namun, sumbangan dari dana CSR itu dihentikan sejak Januari 2020 menyusul terpilihnya Kades Lolawang yang baru. Sebab, menurut Winajat, kades baru itu tidak mau lagi menerima sumbangan tersebut karena ingin menguasai seluruh limbah PT SAI.
“Kades menganggap limbah PT SAI itu aset desa. Mereka bahkan mengeluarkan Perdes untuk menekan dan mewajibkan perusahaan agar tunduk lalu menyerahkan hak pengelolaan limbah ke Pemdes Lolawang. Ini aneh, terkait CSR dan keberadaan perusahaan itu kan sudah diatur dalam UU Ketenagakerjaan (sekarang UU Omnibus Law). Apalagi Perdes itu tiba-tiba terbit tanpa evaluasi pemkab,” tukas Winajat.
Walau demikian, mantan Kades Wotanmasjedong itu sesungguhnya sudah membuka kemungkinan akan menyerahkan hak pengelolaan limbah seluruhnya ke Pemdes Lolawang. Hanya ia tetap mewanti-wanti kalau terpaksa memang harus melepas kerjasama dengan PT SAI itu kepada Pemdes, ia tidak mau keuntungannya justru hanya dinikmati oleh segelintir oknum.
“Jangan sampai yang saya berikan itu sia-sia atau tidak memberikan manfaat bagi warga seperti sebelum-sebelumnya. Saya sudah menyerahkan sebagian hasil ke pemdes dan dusun, tapi masih ada rumor kalau saya sama sekali tidak peduli dengan kesejahteraan warga,” tuturnya.
Seperti diberitakan, limbah industri PT SAI di Ngoro Industri Persada (NIP) yang dikelola CV Giri Meru milik mantan Kades Wotanmasjedong, Winajat, sejak 2001, menjadi polemik. Warga Desa Lolawang yang merasa lebih berhak untuk mengelola limbah pabrik kabel berkali-kali menggelar demonstrasi untuk mengambilalih hak dari anggota DPRD Kabupaten Mojokerto tersebut. (Baca: Nilai Limbah PT SAI Ditaksir Miliaran Rupiah, Warga Desa Lolawang Tuntut…).
“Sekarang, kami menuntut hak kami untuk mengelola avalan atau limbah dari PT SAI. Karena selama 18 tahun limbah tersebut dikelola warga desa lain atau perorangan,” tandas Kepala Desa Lolawang, Sugiarto saat mendampingi massa yang berunjuk rasa di depan pabrik PT SAI, Senin (2/10/2020). (im)