IM.com – Penyelesaian polemik perebutan hak pengelolaan limbah non-B3 pabrik PT. Surabaya Autocomp Indonesia (SAI), mulai terang. Pemerintah Desa Lolawang, Kecamatan Ngoro, dipastikan dapat mengambil alih limbah non-B3 perusahaan produsen kabel kendaraan itu dari CV Giri Meru jika sudah memiliki Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan memenuhi semua syarat legal.
Tuntutan warga untuk mengambil alih pengelolaan limbah PT SAI selama ini sulit terwujud karena Desa Lolawang rupanya belum memiliki BUMDes. Alasan ini terungkap saat mediasi yang difasilitasi Pjs Bupati Mojokerto Himawan Estu Bagijo serta Kapolres Mojokerto AKBP Dony Alexander.
“Tadi kita clear-kan dengan warga. Kita sepakati yang ngelola ini harus BUMDes, tidak boleh perorangan. Nah, ternyata BUMDes-nya ini belum ada. Nanti, Pemkab akan bantu gimana alurnya. Intinya tetap, pengelolaan ini tidak bisa sembarangan. Tidak boleh perorangan,” kata Himawan, Selasa (3/11/2020) siang.
Himawan menegaskan, pengelolaan limbah industri tidak boleh serampangan dan dikerjakan oleh perseorangan. Hal itu harus dilakukan oleh BUMDes dengan penuh tangung jawab agar tidak menganggu proses produksi perusahaan. Dengan demikian, hasilnya juga dapat dimanfaatkan untuk membangun desa maupun meningkatkan kesejahteraan warga.
“Jadi nggak bisa seenake dewe (seenaknya sendiri), harus ikut aturan. Jangan lihat nilai kontraknya saja, tapi tanggung jawab juga,” tegasnya. (Baca: Nilai Limbah PT SAI Ditaksir Miliaran Rupiah, Warga Desa Lolawang Tuntut Hak Kelola).
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jawa Timur itu menyebutkan, BUMDes dan Pemdes Lolawang nantinya harus bertanggung jawab penuh jika terjadi kelalaian dalam pengelolaan limbah PT SAI. Apalagi jika hal itu sampai menyebabkan terganggunya proses produksi pabrik yang berimbas pada ribuan karyawan.
“Kalau (pengelolaan) sampai mandeg di jalan, produksi bisa terganggu. Harus ganti rugi. Ini bukan soal sepele, ada 5.000-an karyawan di situ juga warga kita sendiri. Dia punya QC luar biasa, produknya juga diawasi. Kalau ada berita SAI langgar lingkungan, nanti bisa di-reject barangnya. Yang rugi siapa? Kita juga, kan?” tandasnya.
Untuk itu, Pemerintah Kabupaten Mojokerto siap membantu dalam proses hingga legitimasi hukum. Mulai dari pembentukan BUMDes yang akan dikawal Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD), Dinas Lingkungan Hidup (DLH) untuk izin teknis pengelolaan limbah, Bagian Hukum untuk mengawal kontrak kerjasama, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), serta dinas-dinas terkait yang berhubungan.
Selain harus segera membentuk BUMDes dengan baik, pemdes juga diwajibkan memenuhi seluruh persyaratan legal formal untuk mendapat kontrak kerjasama pengelolaan limbah PT SAI. Antara lain terkait quality control hingga dampak lingkungan.
Apabila syarat tidak dipenuhi sampai bulan Desember, imbuh Himawan, maka hak pengelola limbah masih akan dipegang CV Giri Meru selaku pihak ketiga. Perusahaan milik Anggota DPRD Kabupaten Moojokerto Winajat itu telah menjalin kerjasama dengan PT SAI sejak tahun 2001. (Baca: Pengelola Limbah PT SAI Klaim Rutin Salurkan CSR ke Desa Lolawang).
“Kalau desa sudah mampu memenuhi, maka ini untuk desa. Jadi sama-sama fair. Semua syarat, yang nentukan nanti pemerintah. Saya sudah batasi, warga tidak boleh berhubungan langsung dengan PT. SAI. Itu berbahaya. Jadi harus melalui DLH. Pemerintah menjadi mediatornya. Kami harus bisa mengadvokasi sekaligus melindungi masyarakat,” tegas Pjs Bupati.
Kapolres Mojokerto AKBP Dony Alexander mengaku lega dengan hasil medias ini. Dony berharap, kesepakatan ini menjadi jalan terbaik bagi semua pihak.
“Alhamdulilah miss komunikasi selesai. Kita sepakat ada koridor-koridor yang harus dipenuhi. Proses pegurusan perizinan surat-surat, tetep memakai tender-tender yang sudah punya kontrak sampai Desember. Kegiatan-kegiatan yang sudah berjalan seperti biasa, akan tetap berjalan dan tidak mengganggu iklim investasi. Karyawan yang kerja di SAI juga kerja deng baik, nyaman dan aman,” tutur Dony. (im)