IM.com – Jajaran Satreskrim Polres Mojokerto sempat dibikin sibuk oleh seorang guru sekolah dasar (SD) yang melapor telah menjadi korban perampokan senilai Rp 150 juta. Setelah ditelusuri, tindak kejahatan tersebut ternyata tidak pernah terjadi. Bagaimana pelapor Sri Wahyuliati Ningsih (42), nekat membuat pengaduan palsu dan apa alasannya? Simak fakta-faktanya berikut ini.
Sri Wahyuliati Ningsih mengakui dirinya telah membuat laporan palsu. Pengakuan itu setelah polisi menemukan fakta yang berbeda dari laporan Sri.
“Saya melaporkan ke Polsek Ngoro kejadian perampasan uang Rp 150 juta. Padahal, kejadian itu tidak ada. Jadi, laporan saya di polsek itu palsu, tidak benar,” ungkap Sri, Selasa (21/2/2022).
Kepada polisi, Sri mengaku terpaksa membuat laporan bohong itu karena takut dicecar orang tuanya ihwal duit Rp 150 juta yang telah dia habiskan. Uang tersebut merupakan pesangon ayahnya sebagai pensiunan satpam sebuah perusahaan BUMN di Sidoarjo yang dititipkan kepadanya.
Kasat Reskrim Polres Mojokerto AKP Tiksnarto Andaru Rahutomo menyebutkan, orang tua meminta Sri untuk mendepositokan uang tersebut ke bank.
Namun, tanpa sepengetahuan orang tua dan suaminya, pelapor justru menghabiskan uang itu untuk kebutuhan pribadinya.
“Dia (Sri) malu dengan orang tuanya karena uang tersebut telah dia habiskan untuk kepentingan pribadinya. Jadi yang bersangkutan mengarang cerita telah dirampok karena ditanya orang tuanya masalah uang Rp 150 juta yang pernah diberikan kepada dirinya apakah masih tersimpan,” jelas Andaru kepada wartawan, Selasa (22/2/2022).
Pelaporan palsu ini bermula saat Sri megadu ke Polsek Ngoro sebagai korban perampokan saat melintas dengan motor Honda BeAT nopol W 4351 NCE di jembatan Jalan Raya Desa Tanjangrono, Ngoro, Mojokerto, pada Senin (21/2/2022) sekitar pukul 11.45 WIB. Ia mengaku uang senilai Rp 150 juta amblas dirampas oleh komplotan perampok berjumlah empat orang.
Menurut pengakuannya, para pelaku mengendarai sepeda motor Honda Vario dan Yamaha RX King warna hitam. Sri mengaku duit yang dirampas para perampok baru dia ambil dari tabungan deposito di Bank Jatim Cabang Pembantu Mojosari sekitar pukul 10.00-11.00 WIB.
Polisi pun langsung melakukan penyelidikan. Kasat Reskrim menerjunkan dua tim. Satu tim melakukan kroscek ke pihak Bank Jatim dan yang lainnya meminta keterangan warga dan memeriksa lokasi kejadian yang disebutkan Sri.
Namun dari hasil penelusuran di Bank Jatim, terungkap bahwa Sri tidak pernah melakukan penarikan uang deposito senilai Rp 150 juta. Selain itu, saldo tabungan guru SD berstatus PNS di bank pelat merah itu hanya Rp 3 juta.
“Hasil pengecekan kami di bank tidak ada penarikan deposito yang dilakukan SWN (Sri) sebesar Rp 150 juta. Rekening SWN hanya tersisa kurang lebih Rp 3 juta saja,” kata Andaru.
Polisi kemudian mencecar Sri lagi ihwal kronologi dirinya mengambil uang di bank hingga dirampok di Jembatan Tanjangrono. Petugas semakin curiga ketika guru SD asal Desa Jiken, Kecamatan Tulangan, Sidoarjo itu, memberikan penjelasan dengan cerita berbeda dari pengaduan sebelumnya.
“Keterangan dia (Sri) berubah. Dia mengaku kehilangan tas berisi uang Rp 500 ribu lebih, kartu ATM dan SIM saat pulang dari sekolah tempatnya mengajar,” ungkap Andaru.
Yang mencurigakan lagi, Sri tiba-tiba pingsan usai menjawab pertanyaan penyidik. Oleh karena itu, dia langsung dilarikan ke RS Dharma Husada, Ngoro.
“Setelah diperiksa dokter, yang bersangkutan kondisinya sehat. Jadi hanya pura-pura sakit,” ujar Andaru. (im)