
IM.com – Pengelola hotel dan restoran di Mojokerto mengeluhkan omset yang terus merosot. Kondisi ini tak lepas dari menurunnya kunjungan wisatawan di Bumi Majapahit serta imbas kebijakan pemerintah pusat lewat Instruksi Presiden (Inpres) No 1 Tahun 2025 terkait efisiensi belanja.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Mojokerto Raya Satuin mengatakan, bisnis bidang pariwisata di Bumi Majapahit kian lesu. Kondisi itu bisa dilihat dari okupansi hotel selama libur lebaran Idul Fitri 1446 kemarin yang jauh dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
“’Rata-rata (reservasi hotel) hanya 10 sampai 15 persen dari total seluruh okupansi kamar,’’ kata Satuin kepada inilahmojokerto.com, Selasa (15/4/2025),
Menurut Satuin, angka tersebut masih jauh dibandingkan dengan libur lebaran tahun lalu. Ia menilai, merosotnya tingkat okupansi hotel itu disebabkan oleh sejumlah faktor
“Kondisi ekonomi yang lesu masih belum pulih menyebabkan daya beli masyarakat turun sejak awal tahun 2025. Hal itu ditambah adanya efisiensi anggaran dari pemerintah pusat,” tandas Satuin.
Satuin mengungkapkan, reservasi hotel untuk kegiatan pemerintahan anjlok sekitar 50 persen imbas dari kebijakan efisiensi anggaran. Sementara mengalihkan target pengunjung ke non pemerintah seperti perusahaan swasta, wisatawan dan lainnya tidak mudah.
“Kebijakan efisiensi anggaran pemerintah ini memang berimbas cukup berat bagi hotel dan restoran. Belum lagi adanya larangan studi tour siswa dan acara wisuda di hotel untuk SMA sederajat, juga berdampak bagi kami,” ungkapnya.
Sedangkan promosi sektor pariwisata di Mojokerto oleh pemerintah daerah belum berjalan optimal. Hal itu menyebabkan menurunnya kunjungan wisatawan sehingga berimbas pada okupansi hotel.
“Promosi pariwisata ini penting. Karena imbasnya bisa meningkatkan sektor hotel dan restoran yang juga menyerap banyak tenaga kerja,” cetus Satuin.
Bercermin pada kondisi itu, Satuin mengusulkan agar pemerintah daerah lebih menggenjot promosi dan publikasi terkait potensi pariwisata di Mojokerto. Bahkan jika perlu, PHRI siap bekerjasama dengan pemda untuk melaksanakan agenda tersebut guna menarik lebih banyak kunjungan wisatawan.
Pihaknya mendorong Pemkot maupun Pemkab Mojokerto untuk rutin menggelar event pariwisata berskala regional hingga nasional yang bisa menarik kunjungan wisatawan. Selama ini, lanjt Satuin, kegiatan seni budaya yang sering diadakan hanya mencakup skala lokal.
“PHRI Pusat sudah melakukan koordinasi dengan kementerian terkait untuk agenda seni, budaya dan pariwisata skala nasional di daerah-daerah. Selain itu juga merancang promosi langsung table top di Jakarta dan Makassar untuk mendongkrak kunjungan wisatawan,” jelas Satuin.
Pengusaha dan pengelola hotel serta restoran yang tergabung dalam PHRI Mojokerto baru-baru ini juga menggelar pertemuan di Hotel Grand Whiz Trawas. Rapat tersebut untuk membahas strategi dalam menghadapi tantangan merosotnya kunjungan wisata ini.
“Selama ini kami juga mengimbau kepada seluruh pengelola hotel, resto dan tempat hiburan agar terus memberikan promosi untuk menggaet tamu lebih banyak. Kami harus kreatif, kalau bisa kolaborasi ya akan kami lakukan,” ucap Satuin.
Di sisi lain, Satuin meminta pemerintah bersikap lebih tegas menertibkan tempat penginapan dan kos-kos rumahan yang tidak berijin. Sembari itu, pihaknya berharap ada kelonggaran bagi pelaku bisnis yang terkait sektor pariwisata, seperti hotel, restoran dan tempat hiburan.
“Kami pembayar pajak besar, seharusnya mendapat prioritas dan kemudahan. Perijinan saja ada 25 ijin yang harus kami urus, belum pungutan-pungutan lain. Sementara rumah kos harian dan lainnya yang tanpa ijin dapat menerima tamu degan harga terjangkau masih menjamur di Mojokerto,” pungkasnya. (imo)
Lesunya sektor pariwisata itu erat kaitanya dengan kebijakan dan strategi pemerintah daerah setempat, sepengetahuan saya Mojokerto tdk cukuo punya destinasi yg menarik dari saya SMA di Mojokerto th 90 an hingga kini kemajuan wisatanya sangat mikro dan masih bersifat individu hal ini tentunya membutuhkan strategi yg radikal dari pemda setempat, bagaimana bisa berkaca dengan Kota Batu, yg usianya masih sangat muda namun bisa menciptakan ekosistem wisata yg terintegrasi.Mojokerto harus mampu menangkap peluang wisatawan lokal minimal dari anglomerasi Surabaya, Sidoarjo dan Gresik karena tiga daerah tsb pusat perekonomian Jatim, buat ekosistem wisata budaya, alam dan moderen yg terintegrasi baik antar objek dan sarana transportasi, perbaiki bahu jalan yang sangat tidak nyaman saat ini supaya ekonomi UMKM bisa menikmati efort dari pembangunan fasilitas.