IM.com – Ruang pamer Galeri Merah Putih, Komplek Balai Pemuda, Surabaya, dipenuhi 25 lukisan bernuansa tradisi Jawa, karya lima pelukis dari Jogyakarta yang tergabung dalam komunitas “Lintang Lima”.
Dengan label pameran “Rasa Rasaning Karsa”mereka, yakni Evrie Irmasari, Yosi Chatam, Eddy Subroto, Yanz Haryo Darmista, dan Tara Noesantara, menampilkan karya-karya yang menggambarkan keindahan dan kekuatan tradisi Jawa pada pamerannya yang digelar sejak 28 Juni hingga 3 Juli mendatang.
Lukisan karya Tara Noesantara dengan judul “Ajining Diri Saka Lathi” menampilkan penari perempuan dengan gerakannya yang anggun dan memesona. Obyek penarinya berdiri di tengah kanvas, berlatar belakang warna gelap, namun diterangi cahaya yang jatuh di tempat penari berdiri, membuat gambar terlihat elegan.
Gerakan kedua telapak tangan penari menghadap ke depan menambah kesan yang sangat khas dan tradisional. Karya ini tidak hanya menampilkan keindahan tari Jawa, tetapi juga menggambarkan kekuatan dan keanggunan penari perempuan dalam tradisi Jawa.
Pelukis Evrie Irmasari menampilkan gambar kerbau sedang membajak sawah di lahan basah dan berlumpur, mengingatkan kita akan pentingnya melestarikan warisan budaya dan pengetahuan tradisional dalam mengolah sawah.
Lukisan kerbau yang digambarkan dengan warna hitam putih cat akrilik, terlihat sangat natural dan realistis, menunjukkan pekerjaan yang penting dalam kehidupan petani. Karya Evrie sangatlah kuat dalam mengangkat harmonisnya kehidupan petani dengan kerbau dan pentingnya melestarikan tradisi serta pengetahuan tradisional dalam mengolah sawah tidak menggunakan traktor, melainkan tetap memanfaatkan kerbau sebagaimana dilakukan leluhur di masanya.
Nafas kepercayaan spiritual dalam tradisi Jawa juga ditunjukkan lewat goresan Yanz Haryo Darmista yang menampilkan obyek balita berkepala pelontos dikelilingi empat sosok, diasosiasikan sebagai saudara ghoib, terlihat sangat unik dan menarik.
Lukisan Yanz berjudul Sedulur Papat Lima Pancer itu menggambarkan kepercayaan spiritual Jawa, di mana setiap individu diyakini memiliki saudara ghoib yang menjagai sejak dalam kandungan hingga akhir hayat.
Tradisi Jawa lainnya ditampilkan oleh Yosi Chatam yang mengguratkan obyek diva sinden sedang melantunkan tembang di depan microfon retro klasik, menampilkan keindahan tradisi Jawa dengan goresan kuas halus bergaya surealis.
Sinden dengan postur tinggi ramping dan berwajah eksotis, terlihat memesona dengan ornamen raut wajah Bagong di sekitarnya yang menyunggingkan senyum lucu menghibur. Karya ini menunjukkan keindahan dan kekuatan tradisi Jawa dalam seni musik dan pertunjukan.
Sementara pelukis Eddy Subroto menampilkan keindahan tari wayang orang dengan dua penari yang mengenakan topeng dan beradegan gandrung kasmaran, tampil artistik secara visual dalam bingkai berukuran 120 x 90 cm.
Lukisan yang membumi dari “Lintang Lima” ini, menurut Prof Dr H Suparto Wijoyo SH MHum CSSL, adalah penanda arah zaman dan suluh bagi kehidupan.
“Lintang adalah penanda arah. Berarti pameran ini adalah gerakan besar dalam menempuh cahaya kehidupan lewat seni rupa,” kata guru besar Suparto Wijoyo, Wakil Direktur III Bidang Riset, Pengabdian Masyarakat, Digitalisasi, dan Internasionalisasi, Sekolah Pascasarjana, Universitas Airlangga, saat membuka pameran, Sabtu (28/6-2025).
Sebagai guru besar yang juga pecinta seni budaya, kehadiran beliau tidak hanya mewakili akademisi, tetapi juga sebagai wakil ketua Tanfidziyah PW NU Jatim yang peduli pada perkembangan seni budaya di tanah air.
“Rasa Rasaning Karsa”, lanjutnya, adalah manifestasi dari karsa Tuhan yang ada di tiap jiwa manusia. Karena manusia diciptakan dalam episode penciptaan semesta yang terakhir setelah langit, bumi, bintang, dan terakhir adalah manusia dengan segala kemuliaan yang paling sempurna. “Dan kita adalah manifestasi dari karsa Tuhan,” kata Suparto Wijoyo dalam orasi kebudayaannya. (anto)
