Wali Kota Mojokerto Ning Ita saat memimpin FGD terkait Strategi Pengembangan Kota Cerdas di Sabha Mandala Madya, Balai Kota Mojokerto, Jawa Timur, Selasa (23/9/2025).

IM.com – ‎Pemerintah Kota Mojokerto menegaskan bahwa pengembangan kota cerdas (smart city) tidak cukup hanya dengan menghadirkan teknologi digital, melainkan harus ditopang oleh birokrasi yang kuat dan adaptif.

‎Hal itu disampaikan Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari dalam Focus Group Discussion (FGD) Strategi Pengembangan Kota Cerdas yang berlangsung di Sabha Mandala Madya, Balai Kota Mojokerto, Jawa Timur, Selasa (23/9/2025). Menurutnya, keberhasilan implementasi enam dimensi smart city sangat bergantung pada kualitas birokrasi.

‎“Kunci keberhasilan penerapan enam dimensi smart city ada pada birokrasi. Smart government, smart economy, hingga smart living tidak akan berjalan baik jika birokrasi tidak peduli dan tidak bekerja dengan optimal,” tegas Ning Ita, sapaan akrab Wali Kota.

‎Ia juga menegaskan bahwa smart city bukan sekadar aplikasi atau teknologi informasi. “Mayoritas orang mengira smart city itu sekadar aplikasi atau digitalisasi. Padahal, smart city mencakup enam dimensi besar yang harus dipahami dan dijalankan bersama,” tambahnya.

‎Saat ini Kota Mojokerto menempati peringkat ke-11 dari 156 daerah di Indonesia dalam implementasi program smart city. Capaian tersebut disebut membanggakan namun belum menjadi alasan untuk berpuas diri.

‎“Selama nilai itu belum yang paling tinggi, kita masih punya peluang untuk lebih baik. Ketidakpuasan itulah yang harus menjadi motivasi agar kita terus berkinerja lebih baik ke depan,” ujarnya.

‎Dalam kesempatan yang sama, Guru Besar Universitas Kristen Satya Wacana sekaligus Asesor Smart City Nasional, Prof. Dr. Sri Yulianto Joko Prasetyo, menekankan pentingnya kepemimpinan daerah dan kolaborasi lintas organisasi perangkat daerah (OPD).

‎Menurutnya, ada lima aspek penting yang harus diperkuat, yaitu komitmen kepemimpinan, kolaborasi, kebijakan yang kokoh, sosialisasi dan literasi, serta evaluasi kinerja.

‎Diskusi ini menegaskan bahwa Pemkot Mojokerto tidak ingin terjebak pada simbolisasi “kota digital”, melainkan membangun ekosistem smart city yang inklusif, terukur, dan berorientasi pada pelayanan publik.

‎Pemkot Mojokerto optimistis dapat meningkatkan peringkat ke lima besar nasional. Ning Ita menegaskan bahwa kota cerdas bukan hanya milik pemerintah, melainkan hasil kerja bersama seluruh pemangku kepentingan, termasuk masyarakat. (kim)

9

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini