Asep Guntur Rahayu, Plt Bidang Penindakan dan Ekseskusi KPK saat merilis kasus.

IM.com – Dalam setahun terakhir, kebobrokan tata kelola anggaran di Jawa Timur kian terkuak. Kasus korupsi dana hibah yang semula dianggap berjalan senyap dan berjamaah, kini mulai terbongkar ke permukaan. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan bahwa apa yang terungkap hanyalah “puncak gunung es”, sebab jaringan korupsi ini diduga melibatkan aktor-aktor dari tingkat desa, parlemen, hingga pejabat provinsi.

‎Pada Kamis (2/10/2025), KPK resmi menahan empat tersangka baru terkait dugaan korupsi pengurusan dana hibah kelompok masyarakat (Pokmas) dalam APBD Jatim 2019–2022. Mereka adalah Hasanuddin (anggota DPRD Jatim 2024–2029), Jodi Pradana Putra (swasta, Blitar), Sukar (mantan kepala desa Tulungagung), dan Wawan Kristiawan (swasta, Tulungagung). Keempatnya diduga menjadi pemberi suap kepada mantan Ketua DPRD Jatim, Kusnadi, yang sebelumnya lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka.

‎“Terhadap keempat tersangka dilakukan penahanan selama 20 hari pertama, terhitung mulai 2 hingga 21 Oktober 2025,” jelas Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih.

‎Aset Disita, Pasal Berlapis

‎Dari rekonstruksi perkara, terungkap Kusnadi memperoleh jatah dana hibah pokok-pokok pikiran (pokir) senilai Rp 398,7 miliar sepanjang 2019–2022. Dari jumlah itu, disepakati pembagian fee sebesar 15–20 persen. Kusnadi diperkirakan mengantongi setidaknya Rp 32,2 miliar, sementara porsi lainnya dibagi kepada koordinator lapangan (korlap), pengurus Pokmas, dan admin pembuat proposal serta laporan pertanggungjawaban.

‎Skema pemotongan sistematis ini membuat dana yang benar-benar sampai kepada masyarakat hanya sekitar 55–70 persen dari total anggaran. Artinya, sebagian besar anggaran yang semestinya untuk pembangunan dan pemberdayaan warga justru “mengalir” ke kantong pribadi.

‎Dalam upaya memulihkan kerugian negara, penyidik KPK telah menyita sejumlah aset milik Kusnadi, antara lain tiga bidang tanah di Tuban, dua bidang tanah beserta bangunan di Sidoarjo, dan satu unit mobil Mitsubishi Pajero.

‎Para tersangka dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

‎21 Tersangka, Jaringan Menggurita

‎Kasus ini merupakan pengembangan dari OTT KPK terhadap mantan Wakil Ketua DPRD Jatim, Sahat Tua Simanjuntak pada 2022. Dari pengembangan tersebut, KPK menetapkan 21 tersangka baru, terdiri dari empat penerima suap dan 17 pemberi.

‎Selain Kusnadi, nama-nama lain yang ditetapkan sebagai penerima adalah Anwar Sadad dan Achmad Iskandar (Wakil Ketua DPRD Jatim), serta Bagus Wahyudiono, staf DPRD.

‎Sejumlah anggota DPRD daerah, mantan pejabat desa, hingga pihak swasta juga ikut terseret sebagai pemberi suap. Jaringan ini bekerja sistematis melalui proposal hibah, RAB, hingga LPJ fiktif yang dikelola oleh korlap di berbagai daerah Jawa Timur.

‎KPK menegaskan, praktik korupsi dana hibah di Jawa Timur memperlihatkan pola kerja sama terstruktur antara elit politik dan jejaring swasta di daerah. Fenomena ini semakin menguatkan “joke pahit” di masyarakat, bahwa koruptor yang tertangkap hanyalah yang sedang apes, sementara yang lain masih terlindungi.

‎Dengan terus bergulirnya kasus ini, publik menaruh harapan agar KPK mampu mengungkap aktor-aktor besar lain yang selama ini bersembunyi di balik jaring kekuasaan.

‎Bagi rakyat Jawa Timur, lebih dari sekadar vonis, yang terpenting adalah mengembalikan uang rakyat agar benar-benar digunakan untuk kesejahteraan masyarakat, bukan memperkaya segelintir pejabat. ‎(kim/wid)

22

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini