
inilahmojokerto.com – Bengkel Muda Surabaya (BMS) kembali menegaskan eksistensinya sebagai ruang kreatif yang konsisten membaca realitas sosial dan lingkungan melalui bahasa seni pertunjukan.
Sepanjang 2025, kelompok teater legendaris ini menunjukkan geliat baru lewat rangkaian pementasan dan forum budaya yang bersifat edukatif sekaligus reflektif.
Kebangkitan BMS diawali pada 11–12 Oktober 2025 melalui pementasan Musikalisasi Teater Anak Sangkuriang. Mengangkat legenda rakyat yang sarat makna, pertunjukan ini dirancang sebagai tontonan pendidikan karakter bagi anak-anak, dengan penekanan pada nilai kejujuran serta peringatan atas bahaya kesombongan yang berujung petaka.
“Teater anak bukan sekadar hiburan, tetapi medium menanamkan kesadaran moral dan daya kritis sejak dini,” ujar Heru Budiarto, sutradara sekaligus Ketua Bengkel Muda Surabaya.
Rangkaian kegiatan berlanjut pada 10–11 Desember 2025 bertepatan dengan peringatan 53 tahun BMS melalui forum bertajuk Surabaya Ayo Bicara.
Kegiatan ini menghadirkan akademisi, arsitek, aktivis, sejarawan, teaterawan, dan budayawan dalam dialog lintas disiplin, membedah Surabaya dari perspektif sejarah, ruang kota, hingga kebudayaan.
Pada penutupan acara, 11 Desember 2025, BMS mementaskan teater Skolah Skandal, adaptasi karya almarhum Akhudiat dari naskah klasik The School for Scandal karya Richard Brinsley Sheridan. Komedi satir abad ke-18 ini dikenal tajam mengkritik kemunafikan sosial, sekaligus menegaskan tradisi comedy of wit yang cerdas dan relevan lintas zaman.
Menutup tahun, BMS menjadwalkan pementasan teater anak Tragedi Kayu pada 31 Desember 2025 di Gedung Pertunjukan Balai Budaya Surabaya.
Repertoar yang disutradarai Heru Budiarto ini terinspirasi dari puisi Arthur John Horoni, senior BMS yang bermukim di Pancir Batu, Sumatera Utara. Kawasan yang kerap terdampak bencana ekologis akibat pembatatan hutan dan eksploitasi tambang.
Menurut Ndindy, manajer produksi, Tragedi Kayu digarap dengan pendekatan simbolik yang dekat dengan dunia anak. “Bahasanya sederhana, visualnya kuat, tetapi pesan lingkungannya sangat tegas. Anak-anak diajak memahami sebab-akibat dari kebohongan, keserakahan, dan eksploitasi alam,” ujarnya.
Mengusung narasi besar Luka Alam, Bumi Meronta, pertunjukan ini menegaskan bahwa krisis lingkungan bukan semata peristiwa alam, melainkan konsekuensi dari pilihan manusia. Beban terberatnya, kelak, akan dipikul oleh generasi masa depan.
Melalui teater anak dan kritik sosial yang konsisten, Bengkel Muda Surabaya kembali menempatkan seni sebagai medium pendidikan, perlawanan kultural, dan pengingat kolektif akan tanggung jawab manusia terhadap bumi. (kim/wid)








































