IM.com – Kondisi ruang kegiatan belajar mengajar di sekolah Madrasah Ibtidaiyah (MI) Bahrul Ulum Yayasan Abdul Kholiq di Dusun/Desa Purworejo, Pungging, Mojokerto sangat memprihatinkan. Selama dua tahun, siswa terpaksa belajar di dalam ruang kelas yang atapnya plafon nampak rapuh.
Perasaan tidak nyaman saat belajar nampak tersirat para siswa kelas IV yang atap ruang kelas sebagian sudah ambrol. Mereka merasa cemas dan takut dengan keselamatannya sewaktu-waktu terjadi plafon ambrol.
Kecemasan mereka wajar. Sebab palfon di atas kepala mereka dalam kondisi rapuh dimakan rayap. Bahkan sebagian plafon sudah ambrol sehingga nampak lubang 4×2 meter persis di atas kepala siswa. Hanya dua batang bambu yang menopang kayu kuda-kuda agar atap tak ikut ambruk.
Mereka berharap ruang kelas segera diperbaiki. Sebab kondisi ruang yang tak layak untuk keselamatan KBM itu tak hanya ruangan kelas IV, atap perpustakaan dan Unit Kesehatan Sekolah (UKS) MI Bahrul Ulum juga sudah mengkhawtirkan. Hampir separuh plafon perpustakaan sudah ambrol.
Sementara plafon UKS sudah runtuh total menyisakan kayu-kayu yang bergelantungan. “Kerusakan terjadi sudah dua tahun, penyangga bambu sudah ganti tiga kali. Anak-anak selama ini terpaksa belajar di bawah bangunan yang rusak,” ungkap Kepala MI Bahrul Ulum Fathur Rohman.
Selain dimakan rayap, lanjut Fathur, kritisnya atap ruang kelas di sekolahnya akibat dimakan usia. Betapa tidak, menurut dia sejak dibangun tahun 1990 silam, gedung sekolah ini belum sekalipun tersentuh perbaikan.
Terdapat 6 ruang kelas, perpustakaan, ruangan Kepala Sekolah dan guru, musala, aula dan UKS di sekolah swasta ini. Seluruhnya berumur sekitar 27 tahun.
Hanya ruang kelas I dan II yang atapnya nampak kokoh. Atap kedua ruangan itu lebih dulu ambruk pada Oktober 2017. Perbaikan dilakukan secara swadaya dengan mengumpulkan iuran dari para orang tua siswa dan berhutang di toko bangunan.
Sementara atap ruangan lain dalam kondisi kritis. “Kerusakan semua pada plafon dan atap. Kalau dilihat dari luar, nampak atap sudah bergelombang, tanda kalau kerangkanya sudah rapuh,” ujarnya.
Fathur mengaku tak tega melihat anak didiknya harus belajar di bawah bangunan yang kritis. Tak hanya rasa takut yang terus menghantui anak-anak, para orang tua siswa juga kerap protes atas kondisi ini. Namun, menurut dia tak ada pilihan tempat lain untuk menampung peserta didiknya.
“Karena keterbatasan ruangan kami memberanikan diri (membiarkan anak-anak belajar di dalam ruang kelas yang rusak), tapi kami tetap waspada. Seminggu atau dua minggu ke depan kegiatan belajar mengajar anak kelas IV akan kami pindahkan ke musala kampung,” terangnya.
Kondisi ini tak membuat Fathur berpangku tangan. Sejak tahun 2015 hingga 2017, setidaknya sudah 3 kali proposal bantuan renovasi dia ajukan ke Kantor Kemenag Kabupaten Mojokerto.
Bahkan menurut dia, pengawas sekolah di tingkat kecamatan juga beberapa kali datang meninjau. Namun, perbaikan tak kunjung dilakukan. “Selain itu kami juga pernah mengajukan proposal ke desa, katanya tak ada alokasi untuk madrasah. Pernah juga mengajukan bantuan ke pabrik pakan ternak untuk CSR, tapi katanya ini tanggung jawab Kemenag,” jelasnya.
MI Bahrul Ulum, tambah Fathur, saat ini mempunyai 186 siswa. Jumlah siswa di masing-masing kelas tak merata. Seperti kelas IV hanya berisi 24 siswa, sedangkan kelas III dan V ditempati 41 siswa. (kus/uyo)