Gubernur Jawa Timur, mengharapkan dilakukannya penelitian penyebab anomali tsb, termasuk angka ibu hamil dan anak yang cukup tinggi

IM.com – Kejadian luar biasa (KLB) difteri menimpa pada hampir 30 provinsi pada tahun 2017. Sedangkan pada awal tahun 2018, kasus baru mengalami penurunan. Saat ini hanya 5 provinsi yang masih terdapat kasus difteri.

Setelah dua kali masa inkubasi atau dua minggu tidak ada lagi kasus baru di sebuah daerah, maka KLB dinyatakan berhenti. Penanganan difteri yang sangat krusial adalah pencegahan melalui imunisasi di setiap daerah.

Demikian Sekretaris Jenderal Kemenkes RI dr. Untung Suseno Sutarjo memberikan sambutannya pada Rapat Koordinasi Pemantapan Outbreak Response Immunization Difteri se-Jawa Timur di Kantor Dinas Kesehatan Prov. Jatim Jalan A Yani Surabaya, Rabu (17/1/2018).

Menanggapi wabah tersebut, Gubernur Jatim, Dr. Soekarwo menganggap sebagai kejadian luar biasa (KLB) sehingga melakukan Outbreak Response Immunization (ORI). Yakni pemberian imunisasi massal bagi kalangan anak berusia 1-19 tahun di 38 kabupatan/kota dengan target sebanyak 10.717.765 orang. Imunisasi diberikan sebanyak tiga sesi dengan interval pemberian 5 bulan, didukung anggaran sebesar Rp 98 milyar.

Pada kesempatan tersebut Pakde Karwo menjelaskan, bahwasanya fasilitas kesehatan yang tersebar di seluruh Jawa Timur terdiri atas 371 rumah sakit, 961 puskesmas dari 661 kecamatan yang ada, berarti banyak kecamatan memiliki puskesmas lebih dari satu buah. Juga, puskemas pembantu sebanyak 2.668, pondok kesehatan sebanyak 3.213, serta polindes 4.711 buah.

“Dalam menghadapi kejadian luar biasa penyakit difteri, mari kita bergerak bersama menangani difteri,” tutur Pakde Karwo, menggugah.

Pada rapat koordinasi menanggulangi penyakit difteri, Prof Ismudianto SpaK menjelaskan, bahwa penyakit difteri disebabkan olehbakteri bakteri Coryne ini sudah lama di beberapa negara termasuk Indonesia, yang cakupannya cukup tinggi. Penyakit yang ditandai dengan adanya membran di beberapa bagian tubuh seperti tenggorok, telinga hidung, dan vagina ini menular lewat percikan ludah penderita langsung.

“Ketika merasakan tubuh tidak enak, demam, dan tenggorokan terasa sakit disarankan menggunakan masker,” ujarnya. Ditegaskan, bakteri ini tidak seperti virus influenza yang ada diudara, tapi melalui percikan ludah penderita, yang oleh karena itu di rumah sakit akan diisolasi untuk menghindari penularan.

Apabila membran terjadi di tenggorok dan menutupinya, maka akan dilakukan pembukaan lubang ditenggorok penderita agar biasa bernafas. Pada tingkat berat, maka bisa terjadi pendarahan di panca indera.

“Penyakit ini ada obatnya, yang jika terkena obatnya seharga Rp.20 juta. Oleh karena itu, pencegahan, yakni melalui imunisasi adalah yang terbaik,” ujarnya sambil menjelaskan toksin atau racun yang dihasilkan bakteri ini menjadikan kelumpuhan pada kaki tangan, ginjal dan jantung. Istirahat sekitar dua minggu juga menjadi rekomendasi dokter agar pasien cepat sembuh. (kim/uyo)

25

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini