IM.com – Harapan tinggi yang disandarkan Gubernur Jawa Timur, Soekarwo pada sekolah menengah kejuruan (SMK) masih jauh panggang dari api. Betapa tidak, faktor utama penyebab kecilnya penurunan tingkat pengangguran di Jatim selama setahun terakhir malah akibat rendahnya serapan tenaga kerja dari lulusan SMK.
Hal itu justru membuktikan bahwa angkatan kerja yang masih menganggur di Jatim terbesar merupakan lulusan SMK. Berikutnya, disusul tingkat pengangguran terbuka tertinggi berkatar belakang pendidikan sekolah menengah atas (SMA) sebesar 6,31 persen.
Sebagai catatan, data Badan Pusat Statistik menunjukkan Angka pengangguran terbuka (TPT) di Jawa Timur hanya mengalami penurunan 0,01 poin selama setahun terakhir dari 4 persen menjadi 3,99 persen pada Agustus 2018.
“TPT ini indikator untuk mengukur tingkat penawaran tenaga kerja yang tidak terserap pasar kerja. Artinya masih ada kesenjangan antara tawaran tenaga kerja lulusan SMK/SMA di Jawa Timur dengan tenaga kerja yang diminta di pasar kerja,” kata Kepala BPS Jatim Teguh Pramono di Surabaya, kemarin.
Yang aneh, angkatan kerja yang hanya mengenyam pendidikan sampai bangku SD justru ada di tingkat pengangguran paling rendah yakni sebesar 1,67 persen. Apa alasannya? Karena penduduk dengan pendidikan rendah cenderung menerima tawaran pekerjaan apa saja. (Baca juga: Setahun, Pengangguran RI hanya Turun 0,004 Persen, di Pedesaan Justru Naik).
Sebaliknya, kenaikan jumlah pengangguran terbuka disumbang angkatan kerja lulusan perguruan tinggi dan yang tidak punya ijazah pendidikan formal sama sekali. “Masing-masing sebesar 1,18 poin dan 0,01 poin,” kata Teguh.
Sementara untuk status pekerjaan utama di Jatim terbanyak adalah bekerja sebagai buruh, karyawan dan pegawai angkanya 34,63 persen. Kemudian diikuti wirausaha dibantu buruh tidak tetap (18,43 persen) dan wiraswasta (16,32 persen).
“Penduduk yang bekerja dengan status wirausaha dibantu buruh tetap, memiliki persentase yang paling kecil yaitu sebesar 3,45 persen,” kata Teguh.
Jumlah angkatan kerja di Jatim pada Agustus 2018 tercatat sebanyak 21,30 juta orang. Angka itu naik 0,36 juta orang dibanding Agustus 2017 sejumlah 20,45 juta orang.
“Dibanding tahun lalu, jumlah penduduk bekerja bertambah 0,35 juta orang dan penganggur bertambah 0,01 juta orang,” ujarnya.
Fakta banyaknya lulusan SMK yang menganggur sebagai penyumbang tingkat pengangguran terbuka di Jatim ini tidak sesuai dengan pernyataan Gubernur Soekarwo. Gubernur yang akrab disapa Pakde Karwo ini kerap membanggakan sekolah berbasis vokasional yang akan menjadi andalan Jatim menghadapi tantangan dunia kerja di era Masyarakat Ekonomi Asia (MEA).
Soekarwo bahkan yakin lulusan SMK bakal mampu memajukan dunia industri dan usaha di Jatim. Sepanjang dibekali spesifikasi dan kemampuan khusus.
“Dengan lulusan SMK yang punya kemampuan khusus, saya sangat yakin dunia industri Jatim akan terus berkembang, karena tidak kekurangan SDM,” kata Pakde Karwo, dalam Seminar Nasional Revitalisasi SMK untuk Produktivitas dan Daya Saing Bangsa di Surabaya, beberapa waktu lalu.
Lebih dari itu, harapan besar Soekarwo yang ditumpukan kepada lulusan SMK ditunjukkan dengan memberikan jaminan biaya pendidikan murah bagi siswa sekolah vokasional. Gubernur Jatim telah menglokasikan anggaran Rp 2 triliun dalam APBD 2019 untuk memanjakan SMA/SMK. Dengan anggaran itu, siswa SMA maupun SMK tidak lagi dibebani kewajiban membayar sumbangan pembinaan pendidikan (SPP).
Menurut Soekarwo, mewujudkan biaya pendidikan murah tersebut merupakan bagian dari upaya Pemprov Jatim merevitalisasi SMK. Sebab menurutnya, revitalisasi SMK sangat penting dan perlu segera diwujudkan komposisi perbandingan sebanyak 30 % SMA, dan 70 % SMK.
Selain itu, lulusan SMK harus bersertifikasi, tidak hanya berstandar nasional saja melainkan juga harus berstandar internasional. “Anak SMK adalah petarung yang hebat dan tidak kenal menyerah menghadapi petarungan,” kata Soekarwo dalam kesempatan lain. (ant/im)