IM.com – Rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan 100 persen menuai penolakan dari banyak pihak. Tak terkecuali Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari yang telah menginstruksikan Kepala Dinas Kesehatan untuk melayangkan keberatan melalui surat resmi ke Kementerian Kesehatan.
Menurut Walikota Mojokerto, kenaikan iuran BPJS ini akan sangat memberatkan masyarakat dan membebani keuangan pemda. Jika iuran BPJS Kesehatan dinaikkan, lanjutnya, akan mengancam capaian Universal Health Coverage (UHC).
“Karena itu, kami sangat keberatan dan berusaha menolak kenaikkan iuran BPJS Kesehatan.,” ungkapnya, Jumat (18/10/2019).
Untuk diketahui, Pemkot sudah mencapai UHC di angka 93,57 persen selama dua tahun berturut-turut. “Tidak mungkinkan, di tahun ketiga ini kami turunkan. Berarti kami tidak berkomitmen pada apa yang sudah menjadi program unggulan layanan dasar kami,” imbuhnya.
Walikota yang akrab disapa Ning Ita ini mengatakan, Pemkot dan DPRD sudah menyepakati besaran alokasi anggaran BPJS Kesehatan dalam APBD Tahun 2020 tetap sama dengan tahun 2019.
Sampai sekarang, pemkot belum menambah alokasi anggaran untuk mengantisipasi kenaikan iuran BPJS sampai dua kali lipat tersebut.“Nah, kalau iuran naik 100 persen sangat berat,” tandasnya.
Dari data BPJS Kesehatan Mojokerto, Pemkot Mojokerto selama harus membayar iuran Rp 1.202.072.000 per bulan untuk 52.264 jiwa Penerima Bantuan Iuran Daerah (PBID).
Artinya, dana sebesar Rp 14.424.864.000 dari APBD Pemkot Mojokerto digelontorkan untuk membayar iuran BPJS Kesehatan setiap tahun.
Apabila pemerintah pusat benar-benar menaikkan iuran BPJS Kesehatan bagi PBID dari Rp 23.000 menjadi Rp 42.000 per jiwa, maka pemkot harus menambah anggaran sebesar Rp 11.916.192.000. Dengan demikian, pada APBD 2020 pemkot harus mengalokasikan total Rp 26.341.056.000 untuk iuran BPJS. (im)