Mereka mendapatkan honor dari sekolah masing-masing, besarnya sesuai kemampuan sekolah. Ada yang Rp 250 ribu, Rp 300 ribu, ada yang Rp 450 se bulan

IM.com – Beratnya tugas sebagai penyambung ilmu pengetahuan ke anak bangsa, ternyata tak sebanding dengan penghasilan yang diterima 79 guru madrasah di Kabupaten Mojokerto. Mereka harus bertahan hidup dengan penghasilan yang hanya Rp 250-450 ribu per bulan.

Ditambah lagi, hak tunjangan profesi sejak 2014 tak kunjung mereka terima.Kondisi itu memaksa puluhan guru madrasah ibtidaiyah (MI) memberanikan diri menagih hak mereka ke Kantor Kemenag Kabupaten Mojokerto, Senin (21/11).”Kami hanya mendapatkan honor dari sekolah masing-masing, besarnya sesuai kemampuan sekolah. Ada yang Rp 250 ribu, Rp 300 ribu, ada yang Rp 450 se bulan,” kata Siti, guru Bahasa Indonesia di sebuah MI di Kecamatan Jetis.

Tentu saja, lanjut Siti, honor segitu bagi dirinya yang mempunyai seorang anak, jauh dari kata cukup. Apalagi pada kondisi saat ini kebutuhan pokok menjadi semakin mahal. Pengabdiannya selama 15 tahun mendidik anak bangsa nampaknya belum cukup untuk mendapatkan penghasilan yang layak.

“Untuk kebutuhan sehari-hari, penghasilan kami sangat tidak cukup. Kami tak menyoal nilainya tunjangan profesi guru, tapi kami mohon kelancaran tunjangan tersebut,” ujarnya.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Forum Komunikasi Guru MI Mapel Umum Kabupaten Mojokerto, Mokhamad Khoiri menuturkan, terdapat 79 guru yang tunjangan profesinya belum dicairkan oleh Kantor Kemenag Kabupaten Mojokerto sejak tahun 2014. Setiap guru berhak menerima Rp 1,5 juta per bulan.

“Tunjangan tahun 2014 belum dicairkan untuk Oktober-Desember, tahun 2015 Juli-Desember, tahun 2016 mulai April sampai saat ini. Secara keseluruhan yang belum kami terima 18 bulan,” terangnya.

Berbagai upaya pun sudah dilakukan para guru. Menurut Khoiri, para guru telah berupaya mematuhi Keputusan Menteri Agama (KMA) No 303 tahun 2016 tentang guru yang mengajar di MI bidang studi mapel umum dikonversi menjadi guru kelas. Namun, upaya itu tetap menemui jalan buntu setelah pihak terkait saling cuci tangan.

“Katanya konversi di Unesa. Kami ke Unesa ditolak, alasannya guru diinstansi Kemenag menjadi wewenang Kemenag. Di Kemenag kami dilempar ke Unesa. Kami akan terus berupaya untuk konversi,” tandasnya.

Menanggapi keluhan para guru, Plt Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Mojokerto, Sahid menjelaskan, pencairan tunjangan profesi guru MI itu terkendala aturan. Dia meminta mereka bersabar karena pihaknya akan berkonsultasi ke Kanwil Kemenag Jatim. “Kalau tak ada kendala, pada Sabtu (26/11) dan Minggu (27/11) saya mau bertemu dengan Kepala Kanwil Kemenag. Ini akan saya tanyakan,” jelasnya usai menemui para guru. (bud/uyo)

43

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini