IM.com – Rekam jejak pemerintahan Kota Mojokerto di bawah nakhoda Mas’ud Yunus dan wakilnya, Suyitno berada di titik nadir. Skandal korupsi yang menjerat mereka rupanya mengakibatkan banyak program pemerintahan yang tidak berjalan.
Yang mencolok adalah tiga program yang dianggap paling buruk realisasinya. Tiga program tersebut yakni belum terselenggaranya proyek Jalibar (Jalan Lingkar Barat) dan pendirian Pens (Politeknik Elektronika Negeri Surabaya) serta kegiatan kampung bahasa di Kelurahan Pulorejo yang tidak terlaksana secara optimal.
“Tiga progam itu mendapat catatan merah bagi pemerintahan (Walikota Mas’ud Yunu dan Wakilnya, Suyitno),” demikian catatan anggota Komisi II DPRD Kota Mojokerto, Sony Basuki Rahardjo terhadap kinerja Pemerintah Kota Mojokerto selama lima tahun.
Catatan ini disampiakan Sony sesaat jelang rapat Paripurna Istimewa Penyampaian Pertanggungjawaban Wali Kota Akhir Masa Jabatan, Jumat (28/09). Menurut Sony, kebobrokan ini menjadi resiko dan pekerjaan rumah yang harus ditanggung pemerintahan selanjutnya di bawah Walikota dan Wakil Walikota terpilih Ika Puspitasari–Ahmad Rizal Zakaria.
“Kami pemerintahan mendatang bisa menyelesaikan PR ini,” tandasnya.
Tapi anehnya, kritik terhadap kinerja Pemot Mojokerto tidak termasuk soal proyek prestisius Graha Mojokerto Service City (GMSC). Padahal megaproyek gedung yang menelan anggaran Rp 65 miliar itu menyisakan banyak kekurangan yang harus dibenahi.
“Meski banyak yang belum selesai, namun itu kami anggap berhasil. Segera diresmikan bulan depan,” ucap Sony.
Tak hanya kritik, Sony juga mengakui beberapa keberhasilan program Pemkot. Ia mencontohkan program di sektor pendidikan seperti penerapan sistem zonasi pada penerimaan siswa baru.
Kemudian program total coverage untuk layanan kesehatan gratis bagi separuh populasi penduduk Kota Onde-Onde. Terhitung sejak Desember 2017, pemkot membayar penuh iuran BPJS Kesehatan 57.365 jiwa atau sebesar Rp 23 ribu per jiwa per bulan.
Selain pendidikan dan kesehatan, Pemkot selama dipimpin Mas’ud Yunus juga menyulap Kota Mojokerto menjadi kota layak anak hingga membuahkan sejumlah penghargaan dari pemerintah pusat.
“Harapan kami pemerintahan mendatang perlu melakukan kajian lebih mendalam secara komprehensif dalam pembangunan agar tidak bermasalah dengan hukum. Tak boleh diabaikan proses perencanaan, aspek yuridis, dan anggaran,” imbuhnya.
Terpisah, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kota Mojokerto Mashudi menjawab sejumlah poin kritik yang dilontarkan Angota Dewan. Ia menyampaikan, proyek PENS memang tidak lagi menjadi prioritas karena anggarannya sudah dialihkan hingga memunculkan skandal korupsi yang menjerat Walikota dan wakilnya.
“Sedangkan untuk proyek Jalinbar kita masih melangkah pada titik penlok (penetapan lokasi) dan baru selanjutnya diajukan ke appraisal,” tuturnya.
Sekadar mengingatkan, Wali Kota Mojokerto Masud Yunus menjadi tersangka kasus suap itu terkait pengalihan anggaran dari anggaran hibah Politeknik Negeri Surabaya (PENS) menjadi anggaran program penataan lingkungan pada Dinas PUPR Kota Mojokerto Tahun 2017. Ia ditetapkan sebagai tersangka KPK dalam kasus dugaan suap pada 23 November 2017 lalu. Dugaan
Penetapan Masud sebagai tersangka berdasarkan pengembangan penyidikan yang dilakukan terhadap empat tersangka sebelumnya dalam kasus tersebut. Empat tersangka itu adalah Ketua DPRD Kota Mojokerto, Purnomo; Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto, Abdullah Fanani; Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto, Umar Faruq; Kepala Dinas PU dan Penataan Ruang Pemkot Mojokerto, Wiwiet Febryanto.
Dalam kasus ini, Masud diduga melanggar Pasal 5 Ayat (1) Huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. (bon/im)