IM.com – Lima tersangka pungutan liar (pungli) pengurusan sertifikat tanah 702 pemohon di Desa Selotapak, Trawas dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Mojokerto. Jaksa akan meneliti kelengkapan berkas penyidikan para tersangka dari Polres Mojokerto sebelum dilimpahkan ke pengadilan untuk disidangkan.
Kelima tersangka yang kini ditahan di Lapas Klas IIB Mojokerto yakni Kades Selotapak, Tisno dan 4 panitia program nasional Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Kelima tersangka mendekam di lapas untuk 30 hari ke depan sampai persidangan.
Selain Kades Selotapak, empat tersangka lain yaitu Ketua Panitia Prona PTSL, Lanaroe; Wakil Ketua Panitia, Isnan; Anggota Panitia, Slamet dan Bendahara Panitia, Muslik. Sebelum dibawa ke Lapas, kelima tersangka sempat menjalani pemeriksaan di ruang Pidana Khusus Kejari Mojokerto sekitar pukul 09.00 WIB.
“Kami tahan selama 30 hari ke depan untuk tahap penuntutan,” kata Kasi Pidsus Kejari Mojokerto Agus Hariono kepada wartawan di kantornya, Jalan RA Basuni, Sooko, Kamis (15/11/2018).
Kelima tersangka sepakat melakukan pungli program PTSL sebesar Rp 600 ribu per bidang tanah. Total uang yang dikumpulkan kades dan panitia PTSL dari 702 pemohon mencapai lebih dari Rp 410 juta.
“Yang Rp 180 juta untuk keperluan pribadi Kades dan Rp 230 juta untuk operasional PTSL. Sisanya dibagikan ke panitia,” tutur Agus.
https://www.instagram.com/p/BqL_wdJh3vl/?utm_source=ig_web_copy_link
Kasus pungli ini bermula pada Januari 2017 ketika Badan Pertahanan Nasional (BPN) menetapkan Desa Selotapak sebagai salah satu penerima program PTSL. Sebanyak 702 bidang tanah milik warga menjadi sasarannya.
Dari penetapan itu, Kades Selotapak Tisno (46), warga Dusun Jaten, Desa Selotapak lalu membentuk panitia PTSL. Pihaknya melakukan sosialisasi ke para penerima program PTSL terkait biaya yang harus dibayar, yakni sebesar Rp 600 ribu/bidang tanah.
Tisno bersekongkol dengan panitia PTSL untuk meraup keuntungan pribadi. Mereka membagi dana yang dikumpulkan dari 702 penerima program untuk mereka nikmati sendiri.
Akibat perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Ancaman Pasal 12 huruf e Sub Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman hukumannya minimal 4 tahun penjara. (im)