La Nyalla Matalitti (kiri) sat masih dekat dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (kanan) di Pilpres 2014 lalu.

IM.com – Pertobatan La Nyalla Matalitti dan permohonan maafnya kepada Presiden Joko Widodo karena menyebar informasi bohong (hoaks) PKI tidak bisa menggugurkan tanggungjawab secara hukum. Pakar hukum menilai, bekas tim sukses Prabowo Subianto di Pilpres 2014 itu bisa dipidana karena menyebar berita palsu dan pencemaran nama baik.

Sesuai aturan, perbuatan La Nyalla bisa dituntut melanggar Pasal 14 Undang Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Pasal tersebut berbunyi, barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.

“La Nyalla bisaterancam pidana 10 tahun,” ujar pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar, Rabu (12/12/2018).

Fickar menjelaskan, kasus berita hoaks dan fitnah yang disebar La Nyalla melalui Obor Rakyat merupakan delik umum dan bisa dilaporkan oleh siapa pun.

“Jadi, Obor Rakyat yang berisi isu hoax Jokowi PKI termasuk delik biasa sebagai penyebaran berita bohong dan bisa diancam hukuman 10 tahun,”ujarnya.

La Nyalla sebelumnya mengakui telah bertobat dan meminta maaf karenapernah menyebar berita bohong dan fitnah tentang Presiden Joko Widodo melalui tabloid Obor Rakyat pada kampanye Pilpres 2014. Kala itu Jokowi masih menjadi capres lawan politik Prabowo Subianto yang didukung La Nyalla.  (Baca: Nyalla AkuiSebar Fitnah Jokowi PKI dan Tutupi Kesalahan Prabowo, Sekarang Tobat).

Tabolid ini pertama kali terbit pada Mei 2014 dengan judul ‘CapresBoneka’ dengan karikatur Jokowi sedang mencium tangan Megawati Soekarnoputri. Obor Rakyat menyebut Jokowi sebagai simpatisan PKI, keturunan Tionghoa, dan kaki tangan asing.

Dalam waktu singkat tabloid ini menghebohkan masyarakat pada masa itu. Pada 4 Juni 2014, tim pemenangan capres dan cawapres Jokowi-JK melaporkan tabloid itu ke Badan Pengawas Pemilu.

Bawaslu menjadikan tabloid itu sebagai bukti, danmelimpahkannya ke Bareskrim Mabes Polri. Tim Tabur atau Tangkap Buron Kejaksaan berhasil menangkap pemimpin redaksi dan penulis tabloid  Obor Rakyat Setiyardi Budiono dan Darmawan Sepriyosa.

Tim Tabur menangkap Setiyardi dan Darmawan setelah perkara mereka diputus oleh Pengadilan Negeri Jakarta  pada Selasa, 22 November 2017. Pengadilan menghukum Setiyardi dan Darmawan selama delapan bulan penjara.

Belakangan, La Nyalla Matalitti mengakui fitnah keras terhadap Jokowi melalui tabloid Obor Rakyat kala itu untuk menjatuhkan rival politik Prabowo yang saat itu masih dijagokannya. Tetapi setelah merasa sakit hati terhadap Prabowo, Ketua Kadin Jatim itu memutuskan putar haluan bergabung bergabung dalam barisan pendukung Jokowi-Ma’ruf Amin.

Menyusul pengakuan terbuka La Nyalla tersebut, Partai Gerindra pun langsung memberi respons. Partaioposisi dan ketua umumnya, Prabowo Subianto tak mau dikaitkan dengan tindakan La Nyalla dalam penyebaran berita bohong soal Jokowi.

“PartaiGerindra, pemimpin partai Gerindra, tidak pernah berpikir, apalagi mengambilkebijakan, apalagi memerintahkan kepada kader dan anggotanya untuk menuduhJokowi sebagai komunis atau anak komunis/anak PKI,” kata Ketua DPP Partai Gerindra Sodik Mudjahid saat dikonfirmasi, Rabu (12/12/2018).

Sodik menegaskan, penyebaran isu Jokowi PKI merupakan inisiatif pribadi La Nyalla. Pihaknya tidak pernah ikut campur apalagi memberi perintah kepada La Nyalla dan kader partai pengusungPrabowo di Pilpres 2014 untuk menyebar fitnah Jokowi PKI.

“Jadi pernyataan dan tuduhan La Nyalla masa lalu, bahwaJokowi seorang komunis dan atau anak komunis merupakan inisiatif dan pernyataanpribadi sendiri. Dengan demikian kalau sekarang La Nyalla merasa menyesal danminta maaf, maka adalah juga urusan sendiri,” tegas Anggota Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga ini. (tp/im)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini