IM.com – Pihak PT Aice Ice Cream Jatim Industry (AICE) menepis isu pencemaran lingkungan akibat dugaan buruknya pengelolaan limbah berbahaya, beracun dan berbau (B3) dan kebocoran gas amoniak dari pabriknya di Ngoro Industri Park (NIP), Mojokerto. Pabrik es krim ini mengklaim telah mengganti pipa saluran limbah cair dengan kapasitas yang besar.
Penggantian pipa saluran limbah itu menyusul kejadian saat pabrik melaukan trial operation pembuangan limbah cair pada Juli 2018. Saat itu, volume limbah cair yang keluar dari pabrik AICE ternyata meluber melebihi kapasitas pipa saluran yang disediakan.
“Laporan terkait pengelolaan limbah (yang buruk) diduga berasal dari kejadian saat periode trial operation bulan Juli 2018 itu,” kata staf humas PT Alpen Food Industry, Daisy Damselina melalui keterangan tertulis yang diterima inilahmojokerto.com, Selasa (19/2/2019). (Baca: Usut Pencemaran Limbah, Kementerian LH Sidak Pabrik Aice Ngoro Akhir Februari).
“Dipastikan tidak ada lagi kejadian serupa (kebocoran limbah cair) karena pipa saluran limbah sudah diganti dengan kapasitas yang lebih besar.”
Daisy memastikan, limbah cair dari pabrik yang berdiri di atas lahan 4 hektar sudah dikelola dengan baik. Pengelolaan limbah yang berada di belakang pabrik itu menggunakan mesin dan teknologi canggih.
“Sehingga tidak mungkin mengeluarkan bau menyengat (tidak sedap) yang mengganggu warga,” tuturnya.
Apalagi, lanjutnya, semua pabrik yang berada di NIP juga dilarang membuang limbah cairnya ke sungai di kawasan tersebut. Makanya, pihak NIP mewajibkan semua pabrik melakukan pengujian limbah secara berkala.
“Bila suatu saat terdapat ketidaksesuaian hasil uji limbah atau pencemaran, maka pihak pabrik harus menutup pipa saluran limbah cair untuk dilakukan pemeriksaan dan perbaikan,” tandas Daisy.
Selain persoalan limbah, PT AICE juga menyangkal telah mengabaikan faktor keamanan dan keselamatan kerja (K3) karyawannya sesuai UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Menurut Daisy, pihaknya sudah memasang alarm sensor di setiap tangki gas pabrik untuk mengantisipasi kejadian yang tidak diinginkan seperti kebocoran.
”Kalau memang terjadi kebocoran, alarm sensornya pasti berbunyi. Setiap bejana (PT AICE) telah memiliki sertifikasi resmi dari Disnaker wilayah Jawa Timur dan sejak pabrik berdiri tidak pernah terdeteksi adanya kebocoran,” paparnya.
Bantahan ini menyusul laporan Persatuan Pergerakan Buruh Indonesia (PPBI) ke Balai Penegakan Hukum (Gakum) Kementerian LHK terkait indikasi kebocoran gas ammonia pabrik yang mengganggu pernafasan karyawan. (Baca: Limbah Pabrik Aice Dilaporkan Cemari Lingkungan dan Bahayakan Karyawan).
Menurut Daisy, PT AICE selalu mematuhi peraturan ketenagakerjaan di Indonesia. Saat ini, terdapat 32 TKA yang bekerja di wilayah operasional pabrik dan semuanya telah memiliki ijin bekerja sesuai peraturan yang berlaku.
“Mereka terdiri dari para pimpinan pabrik, dan tenaga ahli serta tenaga pengawas operasional pabrik – terutama dalam hal penggunaan dan perawatan mesin-mesin pabrik yang masih memerlukan dukungan tenaga ahli yang kompeten,” bebernya.
Selain itu, imbuh Daisy, ada juga sekitar 15 orang TKA karyawan dari pihak supplier atau vendor produsen mesin-mesin yang dioperasionalkan di pabrik PT AICE.
“Tugas mereka adalah membangun fasilitas infrastruktur pabrik yang baru mulai beroperasi bulan Juli 2018, dan memastikan mesin-mesin tersebut berjalan dengan baik,” ujarnya. (im)