IM.com – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan mengklaim jumlah penduduk dengan ekonomi kelas menengah menjadi sebanyak 55 juta jiwa. Kenaikan itu sebagian berasal dari masyarakat miskin di Indonesia yang naik kelas.
Menurutnya, kenaikan disebabkan berkembangnya infrastruktur mulai dari kawasan perbatasan dan penambahan lapangan kerja. Faktor itu ditambah dengan pemeliharaan sektor pariwisata.
Hal tersebut diungkapkan Luhut seusai menjadi pembicara dalam Diskusi Nasional ‘Indonesia 2045 Berdaulat Maju dan Berpengaruh pada Tataran Global’ di Gedung Merdeka jalan Asia Afrika Kota Bandung Jawa Barat.
“Kelas menengah kita ternyata naik, sekarang 55 juta mungkin kelas menengah dan traveling expansion juga sekarang membaik,” ujar Luhut, Jumat (5/4/2019). Menurutnya, peningkatan kelas menengah itu merata di seluruh kawasan Indonesia.
Salah satu daerah yang menjadi sorotan yaitu Kabupaten Morowali yang diproyeksikan memiliki pendapat per kapita mencapai 35 ribu USD atau setara Rp 494 juta. Morowali, menurut Luhut, mempunyai proyeksi menjanjikan karena lahan industri yang semakin terintegrasi dan menyerap lebih banyak lapangan pekerjaan.
“Hampir seluruh Indonesia tapi paling banyak di Jawa dan Sumatera. Timur mulai juga seperti daerah Morowali misalnya akan bisa punya income per kapita tahun 2022 bisa 30-35 ribu dolar,” katanya.
Benarkah penduduk kelas menengah naik menajdi Rp 55 juta jiwa yang berarti jumlah warga miskin berkurang?
Pada Januari 2019 lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan jumlah penduduk kelas menengah Indonesia dapat meningkat dari 60 juta orang. Jumlah itu diperkirakan bisa terus meningkat menjadi 85 juta orang pada 2020.
“Berarti di Indonesia, the biggest engine of growth karena kelas menengahnya,” kata Sri Mulyani di forum diskusi A1 bertajuk “Indonesia Bukan Negara Miskin” di Jakarta, Selasa (22/1/2019) lalu.
Sri Mulyani menilai peningkatan jumlah penduduk kelas menengah terjadi berkat program pengentasan kemiskinan dan kesenjangan yang dilaksanakan pemerintah. Program tersebut diklaim mengurangi jumlah penduduk yang rentan miskin.
Guna menjaga dan memperkuat kelas menengah, ia pun mengatakan pemerintah harus terus menumbuhkan ekonomi agar tercipta lapangan kerja yang dibutuhkan. Selain itu, pendidikan vokasi diperlukan untuk menambah kemampuan teknis masyarakat.
Berdasarkan Badan Pusat Statistik, ekonomi Indonesia periode 2015-2018 tumbuh sekitar 5%. Pertumbuhan ini mampu menekan angka pengangguran, kemiskinan maupun ketimpangan.
Pada 2018, ekonomi domestik berhasil tumbuh 5,17% dari tahun sebelumnya. Pembangunan infrastruktur yang galakkan pemerintah untuk meningkatkan konektivitas serta program bantuan sosial yang diterapkan berhasil menurunkan angka kemiskinan dan ketimpangan dalam empat tahun.
Berdasarkan data BPS, jumlah pengangguran terbuka 2018 turun menjadi 7 juta jiwa atau 5,34% dari total angkatan kerja sebanyak 131 juta jiwa. Tingkat pengangguran ini merupakan yang terendah sejak 1999.
Adapun keterkaitan naiknya jumlah penduduk kelas menengah dengan turunnya angka kemiskinan bisa dirujuk pula dari data BPS. Angka kemiskinan Indonesia berdasar data BPS pada September 2018 turun menjadi 9,66% dibanding Maret 2018 sebesar 9,82% maupun September 2017 mencapai 10.12%. Angka ini merupakan yang terendah sepanjang sejarah.
Demikian pula angka ketimpangan (Gini rasio) Indonesia pada
2018 turun menjadi 0,384, terendah sejak 2011. Bantuan sosial seperti Program
Keluarga Harapan (PKH), Kartu Indonesia Pintar (KIP) serta bantuan langsung non
tunai berhasil menekan ketimpangan pengeluaran antara masyarakat miskin dan
kaya. (im)