IM.com – Anjloknya harga tembakau membuat petani tembakau di Kabupaten Mojokerto resah. Terlebih, fluktuasi harga yang tidak menguntungkan tersebut terjadi di tengah membaiknya kualitas tembakau di musim kemarau cukup panjang ini.
Harga tembakau yang tahun lalu mencapai Rp 75 ribu per kilogram, merosot hingga Rp 40 ribu di musim panen kali ini. Tentu saja hal ini meresahkan para petani ketika musim panen telah tiba.
“Panen tahun ini harga jualnya turun drastis, sampai Rp 40.000 ribu per kilogram,” ujar Rofi’ah, asal Dusun Tempuran, Desa Simongaggrok, Kecamatan Dawarblandong.
Mariyati, salah satu petani di Kecamatan Kemlagi mengeluhkan pergerakan pasar seperti anjloknya harga seperti tidak mengindahkan sulit dan mahalnya proses perawatan tembakau dari masa tanam hingga panen.
“Butuh biaya ekstra untuk perawatan khusu, karena cuaca cukup panas, tapi udaranya agak lembab,” terang Maryati.
Perawatan khusus saat musim kemarau dengan udara lembab ini justru menyebabkan kualitas tembakau semakin bagus. Sayangnya, hal itu tidak diimbangi dengan fluktuasi harga yang menguntungkan.
“Harganya sekarang sekitar Rp 40.000 per kilogram. Turun jauh dari tahun lalu,” tandasnya.
Produksi tembakau di kawasan Dawarblandong dan Kemlagi tahun ini belum sampai penimbangan akhir. Diperkirakan mencapai 5,5 hingga 6 kuintal.
Ironisnya, keluhan para petani tembakau akibat penurunan harga ini boleh dibilang hanya terjadi di Kabupaten Mojokerto. Sejumlah petani tembakau di beberapa daerah lain di Jatim justru memetik hasil yang menguntungkan karena harga masih relatif stabil.
Para petani tembakau di Jatim sejatinya memetik hasil yang bagus pada musim panen tahun ini. Petani tembakau di Dusun Sumberaden, Desa Mronjo, Kecamatan Selopuro, Kabupaten Blitar menuai untung besar.
Panen tahun ini berkisar tiga kuintal dibanding tahun sebelumnya yang hanya dua kuintal atau naik 50 persen. Begitu juga dengan harganya bisa mencapai Rp 60.000 per kilogram atau naik 16 persen dibanding tahun sebelumnya. (sin/im)