IM.com – Setelah melewati negosiasi panjang dan alot, Badan Pengawas Pemilu dan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Mojokerto akhirnya sepakat menerima anggaran untuk perheletan Pilkada serentak 2020 dari pemerintah kabupaten. Kesepakatan itu dituangkan dalam Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) yang akan diteken pihak-pihak terkait, Jumat besok (4/10/2019).
Badan Pengawas Pemilu akhirnya luluh dengan anggaran yang digelontorkan Pemkab Mojokerto Rp 11,260 miliar. Alotnya negosiasi mengakibatkan penandatangan NPHD yang seharusnya dilakukan Selasa (1/10/2019) gagal.
Sampai pada pertemuan antara Bawaslu, KPU dan pihak Pemkab yang dipimpin Asisten I Sekretariat Daerah, Agus Mohammad Anas, Kamis sore (3/10/2019) di Kantor Pemkab Mojokerto, akhirnya disepakati anggaran sebesar itu.
“Kemungkinan besok (Jumat) NPHD ditandatangani,” ucap Ketua Bawaslu Kabupaten Mojokerto Aris Fakhrudin Asyat saat dihubungi inilahmojokerto.com, Kamis malam (3/10/2019).
Aris mengungkapkan, anggaran Bawaslu sampai disepakati Rp 11 miliar itu sudah melewati proses negosiasi yang alot dan panjang. Menurut Aris, pihak Pemkab terus memangkas dan menawar anggaran yang diajukan Bawaslu sampai beberapa kali.
Bahkan sempat menyentuh angka Rp 9 miliar sebelum disepakati Rp 11 miliar tersebut.
“Awalnya kami mengajukan Rp 20 miliar. Ada pertemuan lagi, kami turunkan Rp 16 milar tetap tidak mau. Pertemuan lagi turun jadi Rp 13 miliar ditawar lagi sampai mendekati Rp 10 miliar,” terangnya.
Bawaslu, lanjut Aris, terpaksa menerima anggaran yang disetujui Pemkab sebesar Rp 11,260 miliar itu karena memandang urgensi terlaksananya semua tahapan Pilkada serentak 2020 sesuai jadwal.
Aris menyampaikan, anggaran sebesar itu juga atas sejumlah pertimbangan dan rasionalisasi dari pemkab. Di antaranya mengukur kekuatan keuangan daerah.
“Ya mau bagaimana lagi, pemkab bisanya segitu. Bahasanya pihak pemkab tadi, kekuatan (keuangan) daerah,” kata Aris.
Selain itu, faktor keuangan daerah, pemkab juga mempertimbangkan hasil kajian dan perhitungan tim anggaran. Dari rasionalisasi tim anggaran Pemkab, kata Aris, ada beberapa nilai anggaran belanja yang dipangkas menyesuaikan harga di daerah.
“Ya karena pengajuan anggaran bawaslu kan sudah ada template (format) dari Bawaslu Pusat, standar belanjanya mengacu APBN, pasti tinggi. Untuk makan di Jakarta bisa Rp 40 ribu, di sini (Mojokerto) Rp 15 ribu sudah dapat,” tuturnya.
Untuk penyesuaian harga belanja itu, Aris mengaku masih bisa menerima dan menyiasati pengelolaan anggarannya. Selain itu, Bawaslu juga akan memangkas volume kegiatan di setiap tahapan pilkada.
“Kegiatan-kegiatan akan dikurangi, pengeluaran untuk harga juga disesuaikan. Misalnya untuk sewa hotel nilanya bisa diturunkan,” tutur Aris.
Namun yang masih menjadi persoalan, menurut Aris, adalah honorarium pengawas adhoc di tingkat kecamatan sampai TPS sesuai SK Menteri Keuangan, harus lebih tinggi dari honor di Pilgub Jatim dan Pemilihan Legislatif 2019 lalu. Kenaikan honorarium petugas adhoc ini juga berlaku di KPU.
“Aturan dari Menkeu itu saklek (paten), tidak bisa diubah atau disesuaikan. Total untuk honorarium selama Pilkada bisa Rp 7,5 miliar, jadi sebisa mungkin kami harus menghitung cermat anggaran untuk honorarium ini,” tandasnya.
Aris menyebutkan, honor ketua panitia pengawasan tingkat kecamatan, dari semula hanya Rp 1,8 juta per bulan, kini mengalami kenaikan hingga Rp 2,2 juta. Sementara, anggota Panwascam, sebanyak 2 orang di setiap kecamatan, harus mendapat honorarium Rp 1,9 juta dari yang semula Rp 1,6 juta.
Sedangkan honorarium pengawas di TPS dari Rp 550 ribu pada Pileg 2019 naik Rp 100 ribu plus tambahan uang makan dengan asumsi tiga kali sebesar total Rp 150 ribu. Dengan demikian honor pengawas TPS naik menjadi Rp 700 ribu.
“Untuk TPS saja bisa menghabiskan anggaran Rp 1,4 miliar,” ungkapnya.
Demikian halnya dengan KPU Kabupaten Mojokerto. Anggaran Rp 52,3 miliar yang diusulkan KPU juga atas dasar rasionalisasi kenaikan honorarium PPK, PPS dan KPPS yang totalnya hampir sama dengan Bawaslu yakni Rp 7.475 miliar.
“Berkaca pada pengalaman sebelumnya (Pemilu Legislatif dan Pilpres 2019), kasihan melihat kerja mereka sampai berdarah-darah begitu. Apalagi KPPS, sebulan sebelum hari H sudah kerja keras. Saat hari H (pencoblosan) malah kerja dari subuh sampai subuh lagi, ada yang 28 jam kerja,” ungkap Komisioner KPU Kabupaten Mojokerto, Achmad Arif. (Baca: KPU Masih Berharap Anggaran Rp 52,36 M Disetujui untuk Naikkan Honor Penyelenggara Ad Hoc).
Hanya saja, berapa anggaran yang akhirnya disepakati KPU bersama Pemkab dalam pertemuan Kamis sore, Arif belum mau membeberkannya. Ia hanya memastikan alokasinya anggarannya sudah deal.
“Sudah mas. Tidak hafal (nominalnya),” ucap Koordinator Divisi Teknis dan Data KPU Kabupaten Mojokerto. (im)