IM.com – Pemerintah Kabupaten Mojokerto untuk kali pertama pada tahun 2019 ini menggerojok dana segar untuk lima kelurahan di Kecamatan Mojosari masing-masing sebesar Rp 1,08 miliar. Sayangnya, penyerapan dana tersebut kurang optimal dan efektif.
Ada sejumlah faktor yang menyebabkan pemanfaatan dana kelurahan kurang maksimal, bahkan membuka celah penyimpangan. Antara lain, ketidaksiapan kelurahan menyerap dan memanfaatkan dana sebesar itu untuk pembangunan dan pemberdayaan.
“Iya biasanya Cuma dapat Rp 100 juta, sekarang langsung Rp 1,08 miliar. Pada bingung itu lurah-lurah,” kata Kepala Bagian Pemerintahan Pemkab Mojokerto Rahmat Suharyono ketika dihubungi inilahmojokerto.com.
Akhirnya, pihak kelurahan menunjuk konsultan proyek untuk mengelola dana tersebut. Mereka bahkan bersepakat menyerahkan kepada seorang konsultan karena enggan belepotan mengurusi penggunaan dana tersebut.
“Semua tender (proyek) ada mekanismenya. Ada perencanaan, pelaksanaan sampai pengawasan. Soal siapa konsultannya itu terserah kelurahan,” ujar Rahmat.
Hal lain yang membuat penyerapan dana kelurahan kurang optimal adalah waktu yang sangat terbatas. Kelurahan hanya punya waktu sekitar 2-3 bulan mulai proses tender atau pengadaan langsung hingga pekerjaan selesai.
“Juklak dan juknisnya (penggunaan anggaran kelurahan) baru turun (dari pusat) Bulan Juni-Juli, sementara Agustus harus sudah laporan (penyerapan) 50 persen. Kami pontang-panting, menyiapkan laporan anggaran dan memastikan kelurahan bisa menyerap dan menyelesaikan pekerjaannya,” tandas Rahmat.
Untuk diketahui, dana kelurahan ini bersumber dari Dana Alokasi Umum (DAU) Rp 370 juta dan APBD Kabupaten Mojokerto Rp 710 juta. Total dana sebesar Rp 5,4 miliar untuk lima kelurahan atau masing-masing Rp 1,08 miliar dicairkan dalam dua tahap.
Nah, penggunaan anggaran kelurahan pada bulan Juli merupakan tahap pertama. Rahmat menjelaskan pada tahap pertama masing-masing kelurahan sudah menyerap sekitar 65 persen. Dana yang terserap itu digunakan untuk membangun Drainsae, jalan aspal (Hotmix), pavingisasi.
“Tahap kedua ini di PAK (Perubahan Anggaran Keuangan). Ini juga waktunya mepet, Oktober baru bisa diserap, Desember pekerjaannya harus sudah selesai,” jelas Rahmat.
Dengan waktu yang sangat terbatas itu, Rahmat menyerahkan semuanya ke pihak kelurahan. Pihaknya sudah berupaya memfasilitasi dan menggenjot pengembangan kelurahan melalui peningkatan anggaran tersebut.
“Dari penilaian Kemenkeu (Kementerian Keuangan), kelurahan di Kabupaten Mojokerto ini masuk kategori yang perlu ditingkatkan. Sehingga dikucurkan dana (DAU) Rp 370 juta, kami tambah dari APBD Rp 710 juta, harus dimanfaatkan untuk membangun kelurahan,” paparnya.
Namun Rahmat menegaskan, penggunaan dana kelurahan ini tidak harus dalam bentuk pembangunan fisik. Menurutnya, dana itu juga harus digunakan untuk mengembangkan sumber daya manusia (warga dan perangkat) kelurahan.
“Melalui pelatihan-pelatihan, bimtek (bimbingan teknis) dan kegiatan pengembangan SDM lainnya,” jelasnya.
Berdasar data yang termuat di situs pengadaan barang dan jasa pada Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP) LKPP untuk Pemkab Mojokerto, total penggunaan dana kelurahan yang sudah terserap pada tahap pertama mencapai Rp 1,595 miliar.
Padahal jika merujuk pada keterangan Rahmat tadi, dana yang sudah terserap sekitar Rp 65 persen atau sekitar Rp 3, 5 miliar dari total dana kelurahan Rp 5,4 miliar. Artinya, ada sekitar Rp 2 miliar yang belum bisa dideteksi penggunaannya.
“Lainnya masih dalam proses pengerjaan. Yang di Sirup itu sudah selesai pengerjaannya,” ujar Camat Mojosari, Faizun. (im)