Tergugat Budi Santoso dan gugatan balik (rekonvensi) yang dilayangkan kuasa hukumnya melawan Djuwahir Sidarto selaku penggugat.

IM.com – Dua pengusaha, Djuwahir Sudiarto dan Budi Santoso terlibat sengketa dalam tukar guling lahan yang sedianya dibangun perumahan. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Mojokerto menolak gugatan Djuwahir Sudiarto kandas lantaran permohonannya tidak memenuhi syarat formil.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyatakan permohonan penggugat terlalu prematur dan cacat hukum. Itu karena penggugat tidak bisa memenuhi syarat sah dalam perjanjian tukar guling lahan sesuai Pasal 1320BW KUHPerdata.

Kesepakatan tukar guling lahan milik Djuwahir seluas 3.400 meter persegi dan milik Santoso seluas 3.600 meter persegi terjadi pada Januari 2018.

Kuasa hukum Budi Santoso selaku tergugat,  Agung Maulana Husin, menjelaskan, penggugat selama ini tidak pernah menyerahkan SHM lahan miliknya kepada tergugat. Hal ini melanggar syarat sah perjanjian tukar menukar poin 3.

“Penggugat menyembunyikan objek perjanjian.  Gugatannya cacat hukum secara formil. Sehingga majelis hakim menolak gugatan,” kata Agung kepada inilahmojokerto.com, Kamis (30/1/2020).

Pasal 1320BW KUHPerdata mengatur soal syarat sah perjanjian tukar menukar. Ada empat syarat sah yang tertuang dalam pasal tersebut.

Yakni pertama sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, kedua kecakapan untuk membuat suatu perikatan. Lalu ketiga suatu hal tertentu dan keempat suatu sebab (causa) yang legal/ halal.

Dua syarat pertama merupakan syarat subjektif. Dan dua syarat lainnya termasuk syarat obyektif.

Merujuk pada Pasal 1333 KUHPerdata poin 3 syarat sah perjanjian artinya harus memiliki obyek tertentu.

“Pihak penggugat tidak pernah menyerahkan SHM ke penggugat agar tergugat bisa mengecek fakta objek lahan di lapangan memang sesuai dengan kesepakatan. Karena SHM tidak pernah diserahkan, majelis hakim menganggap penggugat tidak memberikan penjelasan yang sebenarnya terkait objek yang akan ditukar,” jelas Agung.

Bukan hanya itu, dari penelusuran yang dilakukan kubu tergugat menemukan bahwa SHM lahan yang akan ditukar guling Djuwahir ternyata atas nama orang lain yakni Jayadi Mulyo Utomo. Ini tidak sesuai dengan lokasi objek lahan yang disepakati. Hal ini kemungkinan alasan Djuwahir tidak kunjung menyerahkan SHM.

“Satu bidang lahan yang akan ditukar itu ternyata atas nama orang lain,” ungkap Agung.

Sementara Santoso selaku tergugat sudah menyerahkan SHM lahan seluas 3.600 atas namanya sendiri ke Djuwahir Sudiarto pada Mei 2018. SHM itu diserahkan setelah pihak penggugat menyerahkan uang tambahan Rp 175 juta sebagai kesepakatan lain dalam perjanjian tersebut.

“Kesepakatannya, selain lahan penggugat juga harus memberikan uang tambahan Rp 175 juta,” ucap Agung.

Karena syarat obyektif tidak terpenuhi, maka maka perjanjian tersebut batal demi hukum.  Atas keputusan majelis hakim yang menolak gugatan tersebut, penggugat yang juga pengembang salah satu perumahan di Kecamatan Gedeg itu menyatakan banding.

Sementara pihak tergugat menyatakan siap melayani upaya hukum apapun yang ditempuh penggugat. Tergugat melalui kuasa hukumnya bahkan melayangkan gugatan balik (rekonvensi).

Gugatan balik itu dilakukan karena kliennya merasa dirugikan dengan batalnya perjanjian ini. Kuasa hukum menaksir, perjanjian tukar menukar lahan ini sesungguhnya bisa menguntungkan kliennya sebesar Rp 2 miliar.

Tergugat Santoso berencana membangun perumahan bersubsidi di lahan miliknya ditambah lahan seluas 3.600 meter persegi dari Djuwahir. Santoso bahkan sudah memasarkan lahan perumahan per kapling.

“Nah, sudah ada beberapa kapling yang laku. Karena pembatalan perjanjian ini, tergugat malah harus membayar ganti rugi ke pembeli kapling perumahan yang sudah membayar,” pungkas Agung. (im)

208

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini