IM.com – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI meminta calon petahana dalam Pilkada Serentak 2020, patuh pada Undang-undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada. Demikian pula UU Pemerintahan Daerah, yang juga mengatur kepala daerah tidak diperbolehkan menyalahgunakan kewenangan untuk kepentingan pribadi maupun politik.
Peringatan yang disampaikan Bawaslu itu, karena banyak calon petahana yang menjabat Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Daerah. Yang merujuk dari Surat Edaran Mendagri Nomor 440/12622/SJ, tentang Pembentukan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Daerah yang terbit 29 maret lalu.
Jabatan Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Daerah itu, secara politik lebih menguntungkan dibanding penantangnya. Petahana dapat membangun pencitraan diri lebih leluasa, senyampang pandemi Covid-19 masih berlangsung di Indonesia. Sementara penantangnya wajib patuh UU Pilkada dan Peraturan KPU, khususnya terkait masa kampanye.
Karena itu, Ketua Bawaslu RI, Abhan menyarankan, para kandidat kepala daerah petahana yang maju dalam Pilkada 2020 mengundurkan diri dari jabatan ex-officio Kepala Gugus Tugas Penanganan Covid-19 daerah. Usulan itu juga akan disampaikan pada Mendagri Tito Karnavian. Menindak lanjuti dengan menerbitkan Surat Edaran baru terkait penanganan Covid-19 di Daerah dan Pilkada 2020.
Usulan itu disampaikan Abhan, untuk mencegah terjadinya konflik kepentingan para kepala daerah petahana peserta Pilkada 2020, yang diagendakan digelar 9 Desember mendatang. Ini karena lebih dari 200 dari total 270 kepala daerah petahana, berpotensi maju kembali dalam Pilkada 2020.
“Apakah tak dimungkinkan misalnya kepala gugus tugas daerah ex-officio Bupati, Walikota, Gubernur untuk tidak dijabat oleh Bupati, Walikota, atau Gubernur yang juga calon petahana Pilkada. 2020,” kata Abhan saat dihubungi Kamis (18/06/2020).
Dengan status calon petahana Pilkada 2020 itu, maka Abhan mengusulkan, hendaknya Mendagri mengizinkan jabatan kepala gugus tugas daerah tersebut, diserahkan kepada aparatur daerah yang tak mencalonkan diri dalam Pilkada 2020.
Dikatakan, usulan tersebut agar potensi penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power, tak digunakan oleh para petahana untuk mempertahankan kekuasannya dalam Pilkada 2020.
Mengingat Undang-undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada dan UU Pemerintahan Daerah juga mengatur kepala daerah tidak diperbolehkan menyalahgunakan kewenangan untuk kepentingan pribadi maupun politik.
Abhan mencontohkan, potensi politisasi bantuan sosial pandemi Covid-19. Ini karena gelaran Pilkada 2020 yang digelar di masa pandemi. Fakta politisasi bansos pandemi untuk masyarakat yang berasal dari APBN itu, dimanipulasi sebagai bantuan calon petahana sudah bermunculan di beberapa daerah.
Salah satu modus politis asi bansos pandemi yang ditemukan Bawaslu, menurut ia, sengaja ditempelkannya sticker wajah kepala daerah petahana. Padahal yang bersangkutan sudah mendapatkan rekomendasi parpol untuk maju kembali di Pilkada 2020.
Kendati demikian, tak dipungkiri usulan membuat penyelenggaraan Pilkada 2020 menjadi persaingan politik yang adil, itu berpotensi menabrak instruksi Tito. Mantan Kapolri itu menerbitkan instruksi, Gubernur maupun Walikota dan Bupati harus langsung mengambil peran sebagai Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Daerah. Jabatan itu tidak dapat didelegasikan kepada pejabat lain di daerah.
“Memang, usulan Bawaslu terkait calon petahana menjabat Kepala Gugus Tugas Covid-19 itu bertabrakan dengan instruksi Mendagri, tapi kami akan silahturahim pada Mendagri untuk memutuskan kebijakan yang adil terkait posisi semua peserta Pilkada 2020,” katanya. (ima)