IM.com – Data bantuan sosial (bansos) di sejumlah daerah di Jawa Timur masih semrawut. Kekacauan data itu khususnya data penerima bansos yang berasal Kementerian Sosial (Kemensos).
Wakil Gubernur Jawa Timur (Jatim) Emil Dardak menemukan sedikitnya 3,8 juta penerima bansos dari Kemensos hanya mendapat Rp 200 ribu per bulan. Sisanya sebanyak 1,4 juta penerima mendapat Rp 600 ribu per bulan.
“Kan kasihan ini yang Rp 200.000/bulan, mereka se-yogyanya punya usaha mikro, apakah pedagang asongan, tukang becak, pedagang pasar. Kalau yang 1,4 juta data penerima bansos dari kemensos ini dapatnya Rp 600 ribu hanya selama 3 bulan, yang sampai Desember Rp 300.000,” kata Emil dalam webinar Transformasi Digital Kementerian Keuangan, Rabu (12/8/2020).
Diketahui, bansos dari Kemensos bagi warga terdampak Covid-19 diberikan selama 6 bulan, Juli-Desember 2020. Emil menyatakan, ternyata hingga Agustus 2020, masih banyak data penerima yang tumpang tindih.
Ia menyebutkan, data penerima bansos COVID-19 dari pemerintah pusat, data penerima Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), dan sebagainya masih ada yang tak sesuai. Menurutnya, persoalan tersebut bermula dari data Nomor Induk Kependudukan (NIK) dari penerima bansos yang tidak sesuai dengan fakta di lapangan.
“Banyak NIK yang masuk ke data penerima bansos, begitu kita cek NIK-nya nggak ada di database. Karena mungkin dulu ketika ditulis atau diketik itu salah. Nah ini kan jadi pertanyaan, lalu bantuannya ini sampai ke siapa?” ungkap Wagub Jatim.
Ia mengatakan, untuk bantuan pemerintah bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah dalam bentuk bantuan langsung tunai (BLT) Rp 2,4 juta per orang harus disalurkan ketika datanya sudah divalidasi ke lapangan, dan sudah memperoleh daftar prioritas penerima.
“Kemudian sekarang ada UMKM misalnya, ini ada wacana 12 juta UMKM akan dapat bantuan Rp 2,4 juta. Nah ini kita sampaikan, Pak tolong diprioritaskan,” imbuhnya.
Selain itu, Emil mengatakan saat ini Pemprov Jatim sedang bekerja sama dengan KPK, BPKP, dan Kejaksaan Agung untuk menyusun data penerima bansos yang tepat sasaran, sehingga nantinya bisa dipertanggungjawabkan. Verifikasi dan validasi akan dilakukan berdasar Kartu Keluarga (KK).
“Kalau misalnya keluarga ini bisa kita identifikasi, kita bisa tahu apakah di satu KK ini ada bantuan yang tumpang tindih. Ini banyak sekali. Karena bantuan tentunya tidak unlimited, maka kita prioritaskan pada keluarga yang belum pernah mendapatkan. Nah ini tidak bisa dilakukan manakala NIK-nya invalid. Nah ini yang kita sedang kerjakan bersama KPK, BPKP, Kejaksaan, ini dengan menggunakan NIK sebagai basis data,” pungkasnya. (bid)