IM.com – Mantan Kepala Dinas PU Pengairan Kabupaten Mojokerto Didik Pancaning Argo dituntut 1,5 tahun penjara. Jaksa penuntut menilai Didik terbukti melakukan korupsi terkat proyek penggalian mineral tanpa izin dalam proyek normalisasi sungai tahun 2016-2017.
Selain pidana penjara, jaksa menuntut Didik membayar denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan penjara. Jaksa juga mewajibkan terdakwa mengembalikan uang kerugian negara dalam proyek normalisasi sungai sebesar Rp.1.030.000,000.
“Apabila tidak mampu mengembalikan, harta kekayaannya akan disita. Jika masih tidak mencukupi, maka terdakwa harus menggantinya dengan menjalani hukuman badan di penjara selama 9 bulan,” kata JPU dalam sidang tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya di Jalan Raya Juanda, Sedati, Sidoarjo, Kamis (12/11/2020).
Sebelumnya, Didik Pancaning Argo telah mengembalikan uang korupsi Rp 1,03 miliar ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto pada 15 September 2020 lalu. Angka itu sesuai dengan jumlah kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi normalisasi Sungai Landaian, Jatirejo dan Jurang Cetot, Gondang, tahun 2016-2017 silam. (Baca: Eks Kadis Pengairan Kembalikan Uang Korupsi Normalisasi Sungai Rp 1,03 M).
JPU menilai, terdakwa Didik Pancaning Argo telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana di atur dalam pasal 3 UU R.I No.31 tahun 1999 tentang pembrantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah di ubah dengan UU R.I No.20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI No.31 Tahun 1999 tentang pembrantasan Tindak Pidana Korupsi Jo.Pasal 55 ayat (1) ke 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Menanggapi tuntutan dari JPU, tim penasihat hukum terdakwa, Eko Agus Indrawono mengatakan akan mengajukan pembelaan. Eko menyebutkan, dalam proyek normalisasi sungai tahun 2016-2017, kliennya hanya bekerja sesuai perintah atasan yakni Bupati Mojokerto periode 2015-2018 Mustofa Kamal Pasa.
dalam Pikatan (Sungai Landai) di Desa Sumberagung, Kecamatan Jatirejo, dan Sungai Jurang Carot, Kecamatan Gondang
“Semua fakta diungkapkan nanti dalam nota pembelaan yang akan dibacakan sendiri oleh klien kami. Tim penasihat hukum juga akan menyampaikan pledoi,” ujar Eko.
Didik Pancaning Argo selaku Kepala Dinas Pengairan pad atahun 2016-2017 mengerjakan proyek normalisasi Sungai Landaian dan Jurang Cetot tanpa izin dari Kementerian PUPR.
Kasus ini kemudian ditangani Polda Jatim yang menetapkan Didik sebagai tersangka pada Desember 2019 lalu. Dia dijerat Pasal 2 ayat (1) Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantsan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Kemudian pada 5 Agustus 2020, kepolisian melimpahkan berkas penyidikan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan itu ke Kejari Kabupaten Mojokerto.
Dari hasil penyidikan terungkap, modus tindak pidana korupsi dalam proyek ini. Didik memerintahkan Faizal Arif dan Suripto untuk mengeruk bebatuan dari Sungai Landaian dan Sungai Jurang Cetot. (Baca: Kadisperindag Kabupaten Mojokerto Ditahan, Begini Modus Korupsinya).
Dua orang yang berstatus saksi itu mendapat proyek dari Dinas PU Pengairan atas rekomendasi mantan atasan Didik yakni Bupati Mojokerto periode 2015-2018 Mustofa Kamal Pasa (MKP). Sesuai perintah Didi, mereka mengirim bebatuan ke CV Musika, perusahaan pemecah batu milik keluarga MKP.
Dari hasil penjualan bebatuan tersebut, Faizal menerima pembayaran Rp 533.153.250 dari CV Musika. Sedangkan Suripto menerima pembayaran Rp 496.982.745.
Berdasar hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP), proyek normalisasi dua sungai menimbulkan kerugian negara senilai Rp 1.030.135.995. Kasus tersebut kini menyeret Didik ke meja hijau. (im)