IM.com – Tingkat partisipasi pemilih pada Pilkada Kabupaten Mojokerto 2020 cenderung rendah, bahkan bisa disebut miris. Berkaca pada perkembangan penghitungan suara di sejumlah lokasi, angka ketidakhadiran atau golongan putih (golput) berpotensi di atas 50 persen.
Kemungkinan itu tersimpul data yang dikantongi inilahmojokerto.com berdasar pantauan hasil penghitungan suara tingkat TPS di sejumlah kecamatan dan hasil quick real count dari sumber terpercaya.
Hingga Rabu (9/12/2020) malam sekitar pukul 19.15 WIB, data quick real count yang masuk sudah mencapai 66,1 persen. Dari angka itu, jumlah suara sah hanya mencapai 393.192. Sementara jumlah DPT Pilkada sebanyak 823,014 pemilih.
Berdasar data per kecamatan, partisipasi pemilih di Mojosari yang tercatat paling rendah. Kecamatan yang memilki DPT 56,844 jiwa hanya mencatat 557 dari 393.192 suara sah pada posisi 60,1 persen data yang masuk.
Tingkat partisipasi yang rendah berikutnya terlihat pada hasil rekapiptulasi suara di Kecamatan Jatirejo. Dari DPT 32.224 pemilih, suara sah yang masuk cuma 8.141.
Ketua Badan Pengawas Pemilu Kabupaten Mojokerto Aris Fahrudin Asy’at menilai, lemahnya sosialisasi dari penyelenggara pilkada merupakan faktor penting penyebab angka golput tinggi. Selain pandangan pesimis masyarakat Bumi Majapahit pada figur-figur calon pemimpin yang muncul.
“Sosialisasinya memang kurang, setidaknya dibanding Pemilu 2019 lalu. Di akhir kampanye biasanya KPU menggenjot sosialisasi, tapi kemarin tidak terlihat,” kata Aris saat dihubungi, Rabu (9/12/2020) malam.
Pada Pilkada 2020 ini, lanjut Aris, KPU Kabupaten Mojokerto lebih banyak menggelar sosialisasi lewat kegiatan terbatas. Model sosialisasi itu hanya menyasar kelompok-kelompok masyarakat.
“Karena faktor anggaran memang cukup terbatas dan dampak Covid-19 juga,” ujarnya.
Menurut Aris, wabah Covid-19 ini juga menjadi faktor lain penyebab rendahnya partisipasi pemilih cenderung enggan datang ke TPS. Ia menambahkan, situasi pandemi itu juga membawa imbas beruntun pada penyelenggaraan sosialisasi sehingga tidak bisa masif.
“Sejumlah anggaran sosialisasi dialihfokuskan untuk penanggulangan Covid-19 seperti pengadaan APD dan sejenisnya. Di Bawaslu sendiri anggaran untuk sosialisasi melalui media juga tersedot untuk itu,” ujarnya.
Sehingga, lanjutnya, Bawaslu hanya mengalokasikan anggaran sosialisasi terkait pengawasan partisipatif terbatas pada lima kegiatan saja. Aris menyebutkan kondisi ini jauh berbeda pada saat penyelenggaran Pemilu Legislatif dan Pilpres 2019.
“Pada pemilu 2019 karena belum ada Covid-19 dan anggaran untuk sosialisasi dari APBN melimpah, sampai kesulitan menghabiskan, dulu sampai ada 20 kegiatan sosialisasi,” ucapnya.
Sementara berdasar hasil rekapitulasi penghitungan cepat dari sumber terpercaya inilahmojokerto.com, pasangan Ikfina Fahmawati-Muhammad Albarra (IKBAR) mengungguli dua pesaingnya. Pada posisi data yang masuk 60,1 persen paslon nomor urut 01 itu meraih 260.334 suara atau 66,221 persen.
Paslon nomor urut 03 Pungkasiadi-Titik Masudah (Putih) menyusul di bawahnya dengan selisih telak dari IKBAR yakni 79.253 suara atau 20,11 persen. Disusul pasangan Yoko Priyono-Choirun Nisa (YONI) yang mengumpulkan 53.795 suara atau 13,68 persen di posisi buncit. (im)