IM.com – Terbongkarnya kasus prostitusi anak di bawah umur berkedok penyewaan kamar kos harian di Kota Mojokerto mendapat perhatian serius dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Lembaga ini meminta anak-anak korban perdagangan manusia (human traficking) harus mendapatkan pendampingan dan perlindungan khusus.
Komisioner Bidang Trafficking dan Eksploitasi KPAI, Ai Maryati Shalihah menjelaskan, dari pengaduan pelanggaran hak anak 2020 di Indonesia total ada 6.519 kasus. Khusus untuk trafficking dan eksploitasi tercatat 149 kasus.
“Kasus trafficking yang melibatkan anak sebagai korban ini masih cukup tinggi. Di tahun 2021 ini, hasil ungkap Polda Jatim ada 36 anak jadi korban prostitusi di Kota Mojokerto. Ini menjadi perhatian serius bagi KPAI untuk dapat memberikan perlindungan dan hak-hak anak yang menjadi korban,” kata Ai Maryati dalam diskusi virtual dengan Ditreskrimsus Polda Jatim dan lembaga terkait, Selasa (16/2/2021).
Ia menegaskan, anak korban kekerasan seksual, trafficking, dan eksploitasi secara ekonomi perlu mendapatkan perlindungan khusus. Demikian pula selama proses penyidikan kepolisian, ia meminta aparat untuk bisa memberikan perlindungan dan rasa aman.
“Jangan sampai menjadikan anak yang menjadi korban merasa sendiri, harus dikuatkan secara mentalnya. Jangan sampai anak yang diperiksa yang semestinya menjadi saksi korban, malah merasa bersalah,” jelasnya.
Sementara Wadir Reskrimsus Polda Jatim, AKBP Zulham Effendy menerangkan, pihaknya selalu mengikuti priosedur dalam penyelidikan dan penyidikan kasus prostitusi yang melibatkan anak. Termasuk saat meminta keterangan dari belasan bocah perempuan yang dijajakan muncikari pemilik rumah kos di Kota Mojokerto, Olan Sunariyono alias OS (38).
“Kami tidak menggunakan atribut kepolisian agar anak saat dimintai keterangan bisa lebih merasa aman dan nyaman,” kata Zulham.
Zulham mengatakan, dari 36 bocah di bawah umur yang diperdagangkan tersangka OS, 18 anak di antaranya sudah didata. Dua anak lainnya bahkan sudah dimintai keterangan dengan pendampingan penuh dari orang tua dan psikolog.
“Sebanyak 16 anak yang lain masih dikoordinasikan dengan instansi terkait, karena harus melibatkan psikolog dalam proses pemeriksaan,” ujarnya.
Zulham menilai, fenomena kasus prostitusi anak di bawah umur karena adanya keterlibatan secara aktif dari pelaku menjajakan korban pada pelanggan. “Saya pikir ini tidak hanya di Jawa Timur, tapi di tempat lain juga menggunakan modus yang sama,” ujarnya.
Kalau di Mojokerto, lanjutnya, modus operandi pelaku memiliki kos-kosan yang disewakan menggunakan nama kartun doraemon. Korban yang diinterogasi juga sebagian besar pertama kali terlibat dalam prostitusi itu merasa takut dan malu.
“Setelah diyakinkan pelaku dan reseller yang usia 20 tahunan, para korban ini jadi tidak canggung. Korbannya usia mulai 13 sampai 16 tahun,” ungkapnya. (Baca: Muncikari Prostitusi Kos Harian Kota Mojokerto Punya Reseller Untuk Peran Ini).
Zulham menambahkan, anak-anak yang masih duduk di bangku SMP dan SMA itu rata-rata mau dijadikan PSK karena tergiur uang untuk mengikuti gaya hidup teman-temannya. Ia menyebut, muncikari OS mematok tarif antara Rp 250-600 ribu hingga Rp 1,3 juta untuk bisa mendapat layanan birahi dari anak-anak binannya. (Baca: Warga Kota Mojokerto Jual Puluhan Siswi SMP-SMA Bertarif hingga Rp 1,3 Juta).
“Dapat uang untuk beli hp dan motor yang tidak bisa diberikan orang tua. Fenomena bagaimana mengikuti gaya hidup dan perkembangan zaman. Apalagi di masa pandemi semua pakai alat komunikasi menjadi dalih korban,” tambahnya.
Ia pun mengimbau pada KPAI dan masyarakat untuk bisa lebih aktif memantau wilayah sekitarnya. “Kalau ada kost tidak terlalu bagus, hotel tidak laku, tapi banyak orang lalu lalang, maka laporkan. Supaya kami dari kepolisian bisa melakukan penegakan hukum. Tujuannya untuk menjaga generasi penerus bangsa,” pungkasnya. (im)